Sumber: Google |
Kebijakan publik atau public
policy yang diambil pemerintah di belahan dunia manapun, termasuk di
Indonesia merupakan aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah yang terjadi
di tengah masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga
pemerintah. Kebijakan publik menurut hemat saya adalah keputusan-keputusan yang
mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar
yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat
publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni
mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui
suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak.
Terminologi kebijakan publik
menunjuk pada serangkaian peralatan pelaksanaan yang lebih luas dari peraturan
perundang-undangan, mencakup juga aspek anggaran dan struktur pelaksana. Siklus
kebijakan publik sendiri bisa dikaitkan dengan pembuatan kebijakan, pelaksanaan
kebijakan dan evaluasi kebijakan. Bagaimana keterlibatan publik dalam setiap
tahapan kebijakan bisa menjadi ukuran tentang tingkat kepatuhan negara kepada
amanat rakyat yang berdaulat atasnya.
Dalam konsep yang sederhana, pada
intinya pengertian kebijakan publik adalah konsep yang mendasari rencana
organisasi publik atau rencana pemerintah dalam mengatur kepentingan orang
banyak atau kepentingan umum. Selain konsep yang sederhana mengenai kebijakan
publik, ada juga pengertian dari kebijakan publik secara umum, yaitu segala hal
yang dikerjakan maupun yang tidak dikerjakan oleh pemerintah untuk kepentingan
orang banyak atau umum. Dalam hal ini, kata segala hal mengacu pada setiap
aturan yang ada dalam kehidupan bersama dalam hubungan warga dengan warga
maupun hubungan warga dengan pemerintah. Beberapa bentuk dari kebijakan publik
yang telah dituangkan ke dalam peraturan perundang-undangan adalah seperti
peraturan presiden serta peraturan daerah.
Selanjutnya, Anderson (1975)
mengemukakan definisi lain dari kebijakan publik. Ia mengemukakan bahwa
pengertian kebijakan publik adalah bentuk-bentuk kebijakan yang dibangun oleh
para pejabat dan badan-badan pemerintah. Kebijakan-kebijakan tersebut mempunyai
beberapa implikasi.Yang pertama, kebijakan publik selalu memiliki tindakan yang
mengarah pada tujuan tertentu.Yang kedua, kebijakan yang berisi tindakan pemerintah
adalah sesuatu yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah.Kebijakan publik juga
memiliki makna yang positif maupun negatif.Dalam makna yang bersifat positif,
pemerintah memutuskan bertindak untuk masalah tertentu setidaknya berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.Sedangkan dalam makna yang bersifat
negatif, pemerintah memutuskan untuk tidak melakukan sesuatu.
Lebih lanjut dikatakan Anderson ada
elemen-elemen penting yang terkandung dalam kebijakan publik antara lain
mencakup:
1.
Kebijakan selalu mempunyai
tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.
2.
Kebijakan berisi tindakan
atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.
3.
Kebijakan adalah apa yang
benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan bukan apa yang bermaksud akan
dilakukan.
4.
Kebijakan publik bersifat
positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu) dan
bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).
5.
Kebijakan publik (positif)
selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa
(otoritatif).
Sebagai keputusan yang mengikat
publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni
mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui
suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya,
kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan
oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern
adalah pelayanan publik, yang merupakan segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh
negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak.
Menyeimbangkan peran negara yang mempunyai kewajiban menyediakan pelayan publik
dengan hak untuk menarik pajak dan retribusi; dan pada sisi lain menyeimbangkan
berbagai kelompok dalam masyarakat dengan berbagai kepentingan serta
mencapai amanat konstitusi.
Studi kebijakan publik dalam
konteks Indonesia menjadi semakin penting dan menarik jika dikaitkan dengan
wacana otonomi daerah yang kini tengah dijalankan. Pelaksanaan otonomi daerah
tersebut diharapkan akan memberi kesejahteraan kepada sebagian besar rakyat,
namun dibalik harapan tersebut juga diliputi kekhawatiran. Otonomi daerah
dicemaskan hanya akan melahirkan “raja-raja kecil” di daerah, yang tidak memedulikan
kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, maka studi kebijakan publik dengan
alasan profesional semakin dibutuhkan.
Dalam posisi yang bersebelahan
dengan kebijakan publik yang semakin penting, perihal kebijakan publik
akan menjadi sebuah upaya tanggung jawab dari pemerintah untuk melayani masyarakat
sebagai individu yang menjadi ladang penerapan kebijakan publik. Kebijakan
publik menjadi sebuah tindakan pemegang kebijakan untuk melakukan sesuatu atau
untuk tidak melakukan sesuatu terhadap masyarakatnya. Kemudian diambil suatu
upaya untuk mencapai kebijakan publik yang tepat sasaran sesuai dengan prinsip good
governance. Maka dibentuklah suatu agenda kebijakan yang dimaksudkan
sebagai wadah untuk menampung masalah-masalah yang akan diselesaikan oleh
pemerintah.
Agenda kebijakan berbentuk daftar
masalah tersebut kemudian di identifikasi oleh lembaga pengambil keputusan
untuk dijadikan pembahasan guna menentukan kebijakan publik yang akan diambil.
Tetapi kenyataan yang diterima oleh masyarakat agenda kebijakan tidak
sepenuhnya tercapai, karena dalam penerapannya kelembagaan pemerintah malah
mendapat permasalahan yang lebih rumit. Hal ini disebabkan antara lain
keterbatasan waktu dan begitu banyaknya masalah yang harus ditangani oleh
sebuah lembaga pengambil keputusan.
Korupsi adalah penyebab utama
mengapa tingkat kesejahteraan masyarakat di Indonesia tidak bisa ditingkatkan
melalui kebijakan pemerintah. Fenomena korupsi juga menjelaskan mengapa krisis
multi-dimensional di Indonesia yang terjadi sejak tahun 1998 terjadi
berkepanjangan dan tak kunjung bisa ditanggulangi. Tidak berlebihan jika
seorang pakar mengatakan bahwa korupsi adalah akar dari semua masalah (the
root of evils) di Indonesia. Dari perspektif administrasi publik, penyebab
korupsi adalah rendahnya akuntabilitas birokrasi publik. Selain itu tidak
diikutkannya masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan dalam birokrasi
membuat akuntabiltas birokrasi sulit diwujudkan.
Mencegah korupsi dan kolusi
tidaklah begitu sulit, kalau kita semua sadar untuk menempatkan kepentingan
umum (kepentingan rakyat banyak) di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Sebab betapapun sempurnanya peraturan, kalau niat korup tetap ada di hati yang
memiliki peluang untuk melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut, korupsi akan
terus terjadi. Sebab faktor mental yang menentukan. Selain itu, hendaklah
dipahami juga tanggung jawab atas perbuatan terkutuk ini (apabila dilakukan
dengan cara kolusi) tidak hanya terletak pada mental pejabat saja, tetapi juga
terletak pada mental pengusaha tertentu yang berkolusi yang selalu ingin
menggoda oknum pejabat untuk mendapatkan fasilitas dan keuntungan
sebesar-besarnya. Walaupun pejabat ingin melakukan korupsi, kalau tidak
disambut oleh oknum pengusaha berupa pemberian suap atau janji memberi imbalan,
korupsi tidak akan separah ini. Suap sungguh sangat berbahaya, karena si
penerima suap tidak akan tanggung-tanggung dalam menyalahgunakan kewenangannya,
sehingga kekayaan dan aset negara dipreteli dalam jumlah milyaran atau
trilyunan rupiah.
Adanya siklus kebijakan memberikan
keuntungan, antara lain untuk membantu mempermudah kompleksitas perumusan
kebijakan publik, memberikan kesempatan yang bagus untuk melakukan
kajian-kajian kebijakan publik yang relevan secara sistematis dan analitis
sesuai dengan batasan area, dan sebagai tolak ukur untuk menilai efektivitas
dan efisiensi sebuah kebijakan dilihat berdasarkan masing-masing tahapan itu.
Comments
Post a Comment