KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
kepada kami sehingga saya berhasil menyelesaikan Makalah ini yang Alhamdulillah
tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya mungkin saya tidak akan sanggup
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Perbanyakan Tanaman Jahe Secara Kultur
Jaringan”.
Dalam
penyelesaian makalah ini, saya banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan
oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak, akhirnya karya ilmiah ini dapat terselesaikan
dengan cukup baik. Karena itu, sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima
kasih kepada dosen yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini, orang tua dan
keluarga saya tercinta yang banyak memberikan motivasi dan dorongan serta
bantuan, baik secara materi, maupun moral serta teman-teman kami yang telah
memberi semangat pada saya.
Saya sadar,
sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan
makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, saya sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan
makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Akhir kata, saya
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amiin.
Matangglumpangdua,
01 Januari 2019
Penyusun
|
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR
ISI........................................................................................................... ii
BAB I:
PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 Latar
Belakang Masalah ..................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah ............................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................... 2
BAB II:
PEMBAHASAN...................................................................................... 3
2.1 Pengertian dan Pemanfaatan
Rimpang Jahe....................................... 3
2.2 Konservasi In Vitro pada Tanaman Jahe ............................................. 4
2.3 Kategori Sterilisasi.............................................................................. 5
2.4 Perbanyakan Tanaman Jahe Secara
Kultur Jaringan............................ 6
2.5 Prinsip Kultur Jaringan Tanaman Jahe................................................. 7
BAB III: PENUTUP.............................................................................................. 12
3.1
Kesimpulan.......................................................................................... 12
3.2 Saran ................................................................................................... 12
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................ 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sumber: Google |
Jahe merupakan
tanaman dari kelompok temu-temuan yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Untuk mendukung pelestarian plama nutfah tanaman, telah dilakukan konservasi
secara in vitro terhadap tanaman–tanaman tersebut melalui pertumbuhan minimal.
Media dasar yang digunakan adalah Murashige dan Skoog (MS) yang pada berbagai
taraf konsentrasi yang diaplikasikan dengan zat penghambat pertumbuhan maupun
bahan regulasi osmotik. Teknologi tersebut sangat tepat digunakan untuk tanaman
yang mempunyai benih rekal-sitran dan yang berbiak secara vegetatif. Pada jahe
aplikasi pengenceran media (½ MS + 6 % sucrosa) mampu mereduksi pertumbuhan dan
memperpanjang periode sub kultur sampai umur lima bulan.
Pada kunyit,
pengenceran media dasar sampai ¼ konsentrasi normal kombinasi dengan 1 %
manitol mampu memperpanjang masa simpan sampai umur sembilan bulan. Aplikasi
paclobutrazol pada konsentrasi 3 mg/l mampu memperpanjang masa simpan kultur
bangle sampai umur sembilan bulan dan pemberian paclobutrazol 5 mg/l pada
temulawak dapat memperpanjang masa simpan biakan sampai umur tujuh bulan.
Setelah periode konsenvasi in vitro, temulawak dan bangle mampu tumbuh dengan
normal setelah diaklimatisasi di rumah kaca. Pada jahe asal organogenesis
terlihat perubahan pada bentuk batang dan daun bila dibandingkan dengan induk
konvensional. Berdasarkan kon-disi tersebut, konservasi in vitro untuk jahe
yang berasal dari organogenesis tidak efisien dilaku-kan. Alternatif lain
adalah memproduksi jahe melalui jalur embriogenesis.
Penelitian kultur
jaringan tanaman jahe atau yang sefamili telah cukup banyak dilakukan walaupun
tujuannya pada umumnya untuk perbanyakan tanaman melalui induksi tunas samping
dari eksplan mata tunas pada medium dasar MS dan modifikasinya maupun induksi
tunas adventif dari eksplan pseudostem dari tunas in vitro pada
medium MS padat maupun cair. Jenis-jenis lain dari keluarga Zingiberaceae yang
telah berhasil diperbanyak secara kultur jaringan meliputi Alpinia
purpurata, Kaempferia galangal, temulawak.
Manfaat jahe bukan hanya sebagai tumbuhan yang bisa menghangatkan tubuh
saja. Jahe merupakan tanaman
yang berasal dari Asia Tenggara. Tanaman jahe ini kemudian menyebar ke berbagai
negara. Terkenal karena aromanya yang khas, jahe dijadikan bahan masakan sekaligus
pengobatan alternatif di Cina, India, hingga Timur Tengah. Saat memilih jahe
terutama jika ingin gunakan untuk pengobatan, dapat memilih jahe yang masih
segar, strukturnya kokoh, halus, dan tidak berjamur. Jahe segar memiliki rasa
yang lebih kuat jika dibandingkan dengan jahe bubuk, kandungan gingerol yang
baik bagi kesehatan juga masih banyak terdapat pada manfaat jahe segar. Untuk
memanfaatkan jahe segar, dapat mencampur jahe dengan masakan seperti masakan
olahan seafood, topping salad, dan campuran smoothies atau jus.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian dan pemanfaatan rimpang jahe?
2.
Bagaimana konservasi in vitro pada tanaman
jahe?
3.
Bagaimana kategori sterilisasi?
4.
Bagaimana
perbanyakan tanaman jahe secara kultur jaringan?
5.
Bagaimana prinsip kultur jaringan tanaman jahe?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan
penulisan dalam makalah sebagai
berikut:
1.
Untuk
mengetahui pengertian dan pemanfaatan rimpang jahe
2.
Untuk
mengetahui konservasi in vitro pada tanaman
jahe
3.
Untuk
mengetahui kategori sterilisasi
4.
Untuk
mengetahui perbanyakan tanaman jahe secara kultur jaringan
5.
Untuk
mengetahui prinsip kultur jaringan tanaman jahe
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
dan Pemanfaatan Rimpang Jahe
Tanaman jahe (Zingiber
offici-nale Rosc.), temulawak (Curcuma xanthorrhiza Rosc.),
kunyit (Curcuma domestica), dan bangle (Zingiber cassumunar),
merupakan tanaman dari kelompok temu-temuan yang potensial untuk dikembangkan.
Selain bermanfaat sebagai obat, tanaman tersebut juga banyak digunakan sebagai
bumbu masak, pewarna makanan maupun kosmetik. Jahe sering digunakan untuk kar-minatif, stimulan dan dioforetik, obat
penambah nafsu makan, memperbaiki pencernaan, encok, sakit kepala, batuk
kering, gatal-gatal, cholera, difteri dan masuk angin.
Jahe sangat
bermanfaat sebagai antikoagulan, menurunkan tekanan darah, obat cacing, abat
asma, penambah darah, obat sakit perut, diare, usus buntu dan rematik. Rimpang
temulawak yang berkhasiat obat mampu mengatasi penyakit kelainan pada hati/
lever, kantong empedu, pankreas. Selain itu juga dapat menambah nafsu makan,
menurunkan kadar kolesterol dalam darah, dapat meningkatkan sistim immunitas
tubuh, berkhasiat anti bakteri, anti diabetik, anti hepatotoksik, anti
inflamasi, anti oksidan, anti tumor, diuretika, depresan dan hipolipodemik (Raharjo, 2003).
Bangle banyak
dimanfaatkan dalam industri farmasi dan berguna sebagai ekspektorant,
analgesik, anti-piserole, anti kegemukan, mengurangi rasa sakit di perut
setelah melahirkan dan obat sakit kuning. Jahe, kunyit, bangle dan
temu-lawak umumnya diperbanyak secara vegetatif dengan menggunakan rim-pang.
Teknik konservasi tanaman jahe, kunyit, temulawak dan bangle selama ini adalah
dengan menanam koleksi-koleksi tanaman tersebut di rumah kaca dan kebun
percobaan lingkup Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Cara ini
memerlukan tempat yang luas, tenaga dan biaya serta resiko kehi-langan genotipa
karena serangan hama, penyakit dan gangguan alam lainnya. Untuk mendukung
penyediaan bahan tanaman, telah dilakukan perbanyakan benih melalui teknik
kultur jaringan. Teknik perbanyakan jahe dengan menggunakan media dasar MS + BA
3 mg/l, kunyit pada media MS + BA 3 mg/l, bangle pada media MS + BA 2 mg/l,
temulawak dengan media MS + BA 1,5 mg/l.
Dalam mendukung
upaya pelestarian plasma nutfah tanaman, konservasi in vitromerupakan
salah satu al-ternatif yang dapat dilakukan. Teknologi ini memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan konvensional diantaranya adalah tidak memerlukan areal
yang luas, bebas hama dan penyakit serta hemat tenaga dan biaya. Selain itu
akan memudahkan pertukaran koleksi kepada pengguna.
2.2 Konservasi In
Vitro pada Tanaman Jahe
Konservasi in
vitro pada tanaman jahe merupakan upaya pelestarian plasma nutfah dalam kondisi yang
aseptik (steril). Teknik yang umum dilakukan untuk tujuan tersebut yaitu:
a)
Penyimpanan
dalam keadaan tumbuh (jangka pendek)
b)
Penyimpanan
dengan pertumbuhan mi-nimal (jangka pendek atau menengah)
c)
Penyimpanan
dengan teknik pembekuan atau kriopreservasi yang dikenal dengan penyimpanan
secara jangka panjang.
Penyimpanan
biakan tanaman dalam keadaan tumbuh sebenarnya cu-kup sederhana. Biasanya media yang digunakan hanya ditambahkan
dengan zat pengatur tumbuh pada konsentrasi rendah. Teknik ini cukup efisien
untuk tanaman-tanaman yang daya tumbuh-nya memang lambat. Namun pengaruh sub
kultur yang cukup sering ke media yang baru memberi peluang terjadinya
kontaminasi. Cara ini juga memerlukan biaya dan tenaga kerja yang cukup besar
serta dapat memungkinkan terjadinya perubahan genetik.
Teknik
konservasi kedua yang sering digunakan adalah aplikasi kon-servasi dengan
pertumbuhan minimal. Dengan teknik ini biakan yang dikon-servasi dapat tumbuh
dengan lambat karena proses pembelahan selnya di-perlambat, namun tidak
mematikan ja-ringan. Untuk tujuan ini berbagai per-lakuan dapat digunakan
diantaranya:
a)
Pengurangan
komposisi garam mak-ro dan mikro menjadi ½ sampai ¼ komposisi normal
b)
Penurunan suhu
sampai 4-120, memberikan tekanan osmotik dengan menambahkan bahan
osmotik seperti ma-nitol atau sukrosa dan penggunaan zat penghambat pertumbuhan
seperti asam absisat/ABA ataupun penggunaan retardan seperti paclobutrazol dan
ancymidol dan me-nurunkan tekanan atmosfir atau oksigen. Selain itu juga dapat
digunakan tempat kultur yang lebih be-sar dan lebih banyak volume mediumnya.
Teknik
konservasi in vitro melalui pertumbuhan minimal telah banyak diaplikasikan
dibandingkan dengan penyimpanan dalam keadaan tumbuh. Pada jahe dan kunyit teknik konservasi yang telah dilakukan adalah
pengenceran media dasar dari konsentrasi ½ sampai ¼ konsentrasi normal yang
dikombinasikan dengan manitol ataupun sukrosa tinggi. Sedangkan pada bangle
penggunaan retardan paclobutrazol konsentrasi 3 mg/l dapat memperpanjang
periode sub kultur sampai umur sembilan bulan dan pada biakan temu-lawak,
aplikasi paclobutrazol 5 mg/l dapat memperpanjang masa simpan sampai umur tujuh
bulan.
Pengenceran
media dasar pada konservasi jahe dan kunyit sampai konsentrasi ½ - ¼ dari
konsentrasi normal mampu mereduksi pertumbuhan biakan tanpa mematikan jaringan
tanaman. Pada kondisi tersebut, biakan jahe maupun kunyit nyata tereduksi pertumbuh-annya
yang ditandai dengan berkurangnya jumlah anakan yang terbentuk serta laju
pertumbuhan yang lambat. Penggunaan paclobutrazol sebagai zat penghambat
pertumbuhan mempunyai efek fisiologis diantaranya sebagai anti giberelat yang
berperan dalam meng-hambat proses perpanjangan sel pada meristem sub apikal
sehingga akan memperpendek ruas batang (Sukarsono,
2003).
2.3 Kategori Sterilisasi
Ada tiga
kategori strelisasi, yaitu sterilisasi ringan, sedang, dan berat. Pada
sterilisasi ringan, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 20% selama 10
menit, lalu dibilas dengan air steril. Selanjutnya, eksplan direndam dalam
cairan pemutih pakaian 15% selama 10 menit dan dibilas dengan air steril.
Terakhir, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 10% selama 10 menit,
lalu dibilas dengan air steril tiga kali. Untuk sterilisasi sedang, eksplan
direndam dalam HgCl2 0,1-0,5 mg/l selama 7 menit, lalu dibilas dengan air
steril. Setelah itu, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 15% selama
10 menit, lalu dibilas dengan air steril. Terakhir, eksplan direndam dalam
cairan pemutih pakaian 10% selama 10 menit, kemudian dibilas dengan air steril tiga
kali. Pada sterilisasi keras, eksplan direndam dalam larutan HgCl2 0,1-0,5 mg/l
selama 10 menit, lalu dibilas dengan air steril. Selanjutnya, eksplan direndam
dalam alkohol 90% selama 15 menit, lalu bilas dengan air steril. Terakhir,
eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 20% selama 10 menit kemudian
dibilas dengan air steril tiga kali. Rimpang jahe yang diambil dari lapangan
berpeluang besar terkontaminasi mikroorganisme sehingga perlu disterilisasi.
Waktu dan bahan sterilan menentukan keberhasilan sterilisasi. Waktu sterilisasi
dan bahan sterilan yang tepat dapat menjadi acuan dalam sterilisasi rimpang
jahe pada penelitian selanjutnya.
2.4 Perbanyakan Tanaman Jahe Secara Kultur
Jaringan
Jahe adalah salah satu jenis tanaman jahe yang banyak di komsumsi
masyarakat sebagai bahan obat. Jahe merah ini berbeda dari jahe biasa yang
banyak digunakan sebagai rempah-rempah maupun jahe gajah atau emprit karena kandungan
minyak atsiri dan oleoresin pada jahe merah lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungannya pada jahe jenis lainnya. Ekstrak jahe telah banyak diproduksi
untuk mempermudah penggunaannya sebagai bahan obat tradisional. Jenis penyakit
yang dapat diatasi dengan jahe antara lain, sakit kepala (pusing), sinusitis,
bronkitis, rematik, asam urat, dan batu ginjal (Syahid, 2007).
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi
bagian dari tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan
dengan kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak
diri tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali. Kultur jaringan adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk membuat bagian tanaman (akar, tunas, jaringan
tumbuh tanaman) tumbuh menjadi tanaman utuh (sempurna) dikondisi invitro
(didalam gelas) Keuntungan dari kultur jaringan lebih hemat tempat, hemat
waktu, dan tanaman yang diperbanyak dengan kultur jaringan mempunyai
sifat sama atau seragam dengan induknya. Untuk lebih jelasnya,
perhatikan gambar berikut ini
Sinerginya dengan bahan alami lainnya juga dapat
mengobati beberapa penyakit. Selain minyak atsiri dan oleoresin, jahe merah
juga mengandung gingerol dan shogaol. Jahe juga dilaporkan dapat digunakan
sebagai anti inflamasi dan berkhasiat sebagai bahan antitrombituk. Penyediaan
bibit jahemerah belumbanyak dilaporkan, namun untuk tanaman jahe lainnya,
penyediaan bibit telah dilakukan dengan beberapa cara di antaranya dengan budidaya
jahe penyakit di rumah kaca dan cara-cara konvensional melalui rimpangnya.
Budi daya jahe di rumah kaca menghasilkan rizom yang
lebih banyak karena lingkungan tumbuhnya dapat lebih mudah dikontrol
dibandingkan dengan penanaman di lapangan. Adanya serangan hama dan penyakit
juga dapat ditekan juga oleh karena lingkungan yang lebih terkontrol. Secara
kultur jaringan, laporan khusus tentang budi daya jahe sangat terbatas. Dengan
menggunakan benih jahe beberapa varietas bukan jahe merah, telah berhasil dilakukan
perbanyakan dengan menggunakan tunas.
2.5 Prinsip Kultur Jaringan Tanaman Jahe
Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip
perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan
secara konvensional, teknik kultur jaringan dilakukan dalam
kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan
kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti "di dalam kaca"
karena jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan
kondisi tertentu. Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi. Teori ini mempercayai bahwa setiap
bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas
jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme
baru yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan
induknya.
Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung
kehidupan jaringan yang
dibiakkan Hal yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril. Media adalah tempat bagi jaringan untuk
tumbuh dan mengambil nutrisi yang
mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang
diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Untuk lebih jelasnya,
perhatikan gambar berikut ini
Ada dua penggolongan media tumbuh: media padat dan media cair. Media padat
pada umumnya berupa padatan gel, seperti
agar, dimana nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair adalah nutrisi yang
dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam
kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan. Komposisi media yang digunakan dalam kultur
jaringan dapat berbeda komposisinya. Perbedaan komposisi media dapat
mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro.
Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur
hara makro, mikro dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman.
Nutrien yang
tersedia di media berguna untuk metabolisme, dan vitamin pada
media dibutuhkan oleh organisme dalam jumlah sedikit untuk regulasi. Pada media
MS, tidak terdapat zat pengatur tumbuh (ZPT) oleh karena itu ZPT ditambahkan pada
media (eksogen). ZPT atau hormon tumbuhan berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Interaksi
dan keseimbangan antara ZPT yang diberikan dalam media (eksogen) dan yang diproduksi
oleh sel secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur (Sudarmonowati, 2005).
Penambahan hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh pada jaringan parenkim dapat mengembalikan
jaringan ini menjadi meristematik kembali dan berkembang menjadi jaringan
adventif tempat pucuk, tunas, akar
maupun daun pada lokasi yang tidak semestinya. Proses ini dikenal dengan peristiwa dediferensiasi. Dediferensiasi ditandai dengan
peningkatan aktivitas pembelahan, pembesaran sel, dan perkembangan jaringan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut ini
Metode perbanyakan tanaman secara in vitro dapat dilakukan melalui tiga
cara, yaitu melalui perbanyakan tunas dari mata tunas apikal, melalui pembentukan tunas
adventif, dan embriogenesis somatik, baik secara langsung maupun melalui tahap
pembentukan kalus. Ada beberapa tipe jaringan
yang digunakan sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan. Pertama
adalah jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah
(meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi
yang tinggi. Jaringan tipe pertama ini biasa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler, bagian tepi daun, ujung akar, maupun kambium batang. Tipe jaringan yang kedua adalah jaringan parenkima, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami diferensiasi
dan menjalankan fungsinya.
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara
vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara
mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan
bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan
zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian
tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.
Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan
menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di
tempat steril (Anonim, 2010).
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman,
khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit
yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara
lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam
jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu
menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan
mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan
dengan perbanyakan konvensional (Anonim, 2010).
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur
jaringan adalah:
a)
Pembuatan media
b) Inisiasi
a) Sterilisasi
b) Multiplikasi
c) Pengakaran
d) Aklimatisasi
e) Media
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin,
dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan
lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik
jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.
Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca.
Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan
autoklaf.Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan
dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur
jaringan adalah tunas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan
dalam makalah ini antara lain sebagai berikut:
a)
Tanaman jahe (Zingiber
offici-nale Rosc.), kunyit (Curcuma domestica), dan bangle (Zingiber
cassumunar), merupakan tanaman dari kelompok temu-temuan yang potensial
untuk dikembangkan.
b)
Konservasi in vitro pada tanaman
jahe merupakan upaya pelestarian plasma
nutfah dalam kondisi yang aseptik (steril).
c)
Ada tiga kategori strelisasi, yaitu sterilisasi ringan, sedang, dan berat.
Pada sterilisasi ringan, eksplan direndam dalam cairan pemutih pakaian 20%
selama 10 menit, lalu dibilas dengan air steril. Selanjutnya, eksplan direndam
dalam cairan pemutih pakaian 15% selama 10 menit dan dibilas dengan air steril.
d)
Jahe adalah salah satu jenis tanaman jahe yang banyak di komsumsi
masyarakat sebagai bahan obat. Jahe merah ini berbeda dari jahe biasa yang
banyak digunakan sebagai rempah-rempah maupun jahe gajah atau emprit karena kandungan
minyak atsiri dan oleoresin pada jahe merah lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungannya pada jahe jenis lainnya.
e)
Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan
secara konvensional, teknik kultur jaringan dilakukan dalam
kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan
kondisi tertentu.
3.2 Saran
Jahe (Zingiber officinale) adalah tanaman rimpang yang sangat
populer sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Rimpanhnya berbentuk jemari yang
menggembung di ruas-ruas tengah. Rasanya dominan pedas disebabkan senyawa keton
yang bernama Zingeron. Jahe mempunyai banyak manfaat bagi manusia dapat
mengobati berbagai penyakit juga sebagai penyedap rasa pada makanan. Saya
berharap bahwa budi daya jahe bisa lebih dikembangkan lagi, karena jahe begitu
banyak manfaatnya bagi kita.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Cara
Sterilisasi Tanaman Eksplan Kultur. Jakarta: Erlangga
Raharjo dan Rostiana. 2003. Pemanfaatan Tanaman
Jahe. Jakarta: Erlangga
Sudarmonowati. 2005. Penggunaan Media Alternatif
Perbanyakan Tanaman Jahe. Jakarta: UI Press.
Sukarsono. 2003. Media Pertumbuhan Tanaman. Jurnal
Pertanian. Volume 1. Nomor 3. Halaman: 14-16.
Syahid dan Mariska. 2007. Konservasi Tanaman Temu-temuan
Melalaui Pertumbuhan Minimal Jurnal Pertanian. Volume 3. Nomor 4. Halaman: 33-36.
test
ReplyDelete