Oleh : Nurul Hidayati
“Ceraikan saja aku!”
Suara itu bagaikan guntur di siang bolong bagi Arya.
Pernikahan impian yang dirancangnya bertahun-tahun malah goyah di usia 3 bulan
setelah akad. Istrinya yang dulu begitu ia cintai sekarang di depannya
berteriak sambil terisak meminta cerai.
Sumber: Google |
“Aku muak mas, aku tidak tahan hidup denganmu dalam
keadaan seperti ini. Kamu menjijikkan,” celoteh Rima, wanita cantik yang sudah
kaguminya belasan tahun lalu dan kini bergelar sebagai istrinya.
Bukan tanpa alasan, Rima merasa tertipu dengan pernikahan
yang ia jalani ini. Baginya Arya dulu adalah lelaki idaman. Orangnya dikenal
baik dalam bidang agama, sopan tutrnya, giat dalam bekerja serta murah
senyumnya. Namun setelah menikah sebuah rahasia besar Arya terbongkar di
hadapan istrinya. Rupanya lelaki itu pernah terjerumus narkoba dan hal itu
ditutup rapat dari semua orang selama ini. Rima meemukan foto Arya sedang berpesta
barang haram tersebut tersimpat rapi di bawah kasur yang mereka gunakan tidur
bersama selama ini.
“Dengarkan aku dulu, Neng.” Bujuk Arya, berharap Rima
tenang setelahnya.
“Aku tidak butuh penjelasanmu lagi. Aku sudah tahu
semuanya.” Ya begitulah seorang perempuan kalau lagi marah. Bagaikan singa
betina yang siap memangsa tergetnya. Rima begitu murka sampai telinga dan
mukanya memerah. Tidak disangkanya suami yang begitu ia cintai bisa mengonsumsi
barang haram dan menjijikkan seperti itu. Entah setan apa yang merasuki tubuh
suaminya saat itu.
Arya tidak tahu
lagi harus berbuat apa untuk membuat istrinya tenang. Dia tahu istrinya kini
sedang marah besar dan tidak akan bisa di ajak bicara. Tetapi jika ia tidak
menjelaskan duduk perkaranya sekarang bisa jadi istrinya akan semakin besar
marahnya. Dia tahu kesalahannya tidak bercerita dan memperlihatkan foto itu dari
awal dan tidak menyangka sang istri malah menemukannya sendiri.
“Ceraikan aku
mas, kumohon.” Rima memelas dengan air mata berderai di pipinya. Hal inilah
yang sebenarnya paling dihindari Arya dalam pernikahan ini. Dia tidak bisa
melihat wajah cantik istrinya itu menjadi kusut karena menangis keras.
“Berhenti bicara
kata cerai, Neng. Tidak baik,” Arya menyahut.
“Buat apa aku
hidup denganmu, Mas ? Kamu sudah sangat mengecewakanku. Aku tidak mau lagi
hidup dengan lelaki rusak sepertimu,” ujar Rima. Hatinya benar-benar sesak saat
ini. Tidak disangkanya hubungan pernikahan yang baru dijalaninya harus berakhir
setragis ini. Rima tidak lagi bisa berpikir panjang setelah melihat foto
mengerikan itu dan ia tidak mau menerima lelaki pencandu narkoba bagaimana pun
keadaannya. Bagi Rima sekali lelakinya terjatuh dalam pusaran hitam itu maka selamanya
ia akan terseret di dalamnya. Apalagi setahunya tidak sekalipun Arya pernah
masuk panti rehab jika memang iya dia sudah berhenti dari kubangan itu.
“Aku tidak bisa
lagi menerimamu, Mas. Apa susahnya bagimu berucap cerai.” Rima terus mendesak.
“Mudah sekali
bagimu mengucapkan kata cerai, apa kamu sudah gila, Neng?” Arya mulai kesal
dengan sikap istrinya karena mengulang-ulang kata cerai. Iya, ini memang
salahnya karena tidak menjelaskan dari awal, tetapi istrinya makin menjadi-jadi
marahnya.
“Kamu.....”
“Stop! Berhenti bicara
tidak jelas. Dengarkan penjelasanku dulu baru setelah itu ambil kesimpulan,”
potong Arya tegas. Suaranya meninggi seiring rasa kesalnya yang memuncak karena
istrinya tidak berhenti menyudutkan tanpa mau mendengarkan penjelasannya
sedikit pun. Rima diam seketika mendengar bentakan Arya karena selama
perkenalannya dengan lelaki bergelar suaminya kini tidak sekalipun ia melihat
lelaki itu meninggikan suara.
“Itu hanya
drama, Neng. Tidak pernah sekalipun aku menyentuh barang haram itu apalagi
memakainya. Itu hanya pertunjukan drama yang kelompok kami tampilkan di Malam
Kesenian Daerah beberapa tahun lalu saat aku bergabung dengan teater kampus.
Kebetulan ada teman yang mengabadikan foto kami dan kusimpan disini dan lupa
aku perlihatkan padamu. Lihatlah di layar belakang foto, ada tertulis nama
teater kami.” Arya menunjukkan foto yang ditemukan istrinya itu lagi.
Rima kaget
sekaligus malu karena sudah menuduhnya macam-macam. Bahkan dengan lantangnya ia
meminta cerai pada suaminya itu sambil menangis keras tanpa mau mendengarkan
penjelasan Arya terlebih dahulu. Perempuan memang begitu kalau sudah marah, dia
akan gelap mata dan menutup telinga rapat-rapat dari kebenaran dan Arya paham
betul itu. Dia hanya tersenyum kecil melihat perubahan raut muka Rima yang
semula merah padam kini bersemu malu. Perlahan perempuan itu meringkuk kikuk ke
dalam dekapan sang suami.
“Kamu sih tidak
menjelaskannya dari awal.” Alih-alih minta maaf malah menyalahkan suaminya lagi
sebagai tanda perdamaian dan Arya tertawa maklum seraya mencubit gemas hidung istrinya.
Ya, namanya juga perempuan.
Comments
Post a Comment