WUDHU DAN TAYAMUM
Disusun
oleh
Rismayani : 1602070002
Riza Fiana : 1602070001
Dospen : Aisyah A. Rahman, M. Pd
Prodi :
Pendidikan Geografi
FAKULTAS ILMU KEGURUAN
DAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ALMUSLIM
BIREUEN
2017
1.
Pengertian Wudhu’
Menurut
lughat, wudhu’ adalah perbuatan, menggunakan air pada anggota tubuh tertentu,
sedangkan wadhu’ adalah air yang digunakan untuk berwudhu. Kata ini berasal
dari wadha’ah yang berarti baik, dan bersih. Dalam istilah syara’ wudhu’ ialah
perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat (Nasution, 1995: 10)
Dalam Fathul Qarib jilid 1 yang diterjemahkan oleh Drs.
H. Imron Abu Amar, sebagai berikut:
وَهُوَ
بِضَمِّ اْلوَاوِفِى اْلاَشْهَرِ اِسْمٌ لِلْفِعْلِ وَهُوَ اْلُمَرَاَدُ هُنَا
وَبِفَتْحِ اْلوَاوِاِسْمٌ لِمَا يَتَوَضَّأُ بِه وَيَشْتَمِلُ اْلاَوَّلُ عَلى
فُرُ و ضٍ وِ سُننٍ
“Kata
“wudhu” (و ضوء ) dibaca
dhammah huruf wawunya menurut pendapat yang lebih masyur yang dimaksudkan
disini ialah nama bagi suatu perbuatan
dan dibaca fathah huruf wawunya berarti nama bagi sesuatu benda yang
dibuat wudhu. Pengertian yang pertama tadi mengandung beberapa fardhu dan
sunnah wudhu (wudhu, pen.).
Menurut hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, wudhu
diwajibkan sebelum hijrah, pada malam Isra’ Mi’raj, bersamaan dengan kewajiban
sholat lima waktu. Mula-mula wudhu itu diwajibkan setiap hendak melakukan
sholat, tetapi kemudian kewajiban itu dikaitkan dengan keadaan berhadast.Ijma’
ulama dalam hal ini belum ada sekali pendapat yang mengatakan wudhu’ tidak
wajib.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Hai orang- orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, Maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki...(al-Maidah: 6)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
لاَيَقْبَلُ
االله صَلاَةَ
اَحَدِ كُمْ
إذا احْدَثَ
حَتَّى يَتَوَضّأ
“Allah tidak menerima salat seseorang kamu bila ia
berhadats, sampai ia berwudhu’. (HR.
Baihaqi, Abu Daud dan Tirmizi).
a. Syarat Fardhu Wudhu’
Syarat
sahnya wudhu ialah:
1.
Islam, karena wudhu itu
termasuk ibadah, maka tentu saja ia tidak sah kecuali dilakukan oleh orang
muslim,
2.
Mumayyiz, karena wudhu itu
merupakan ibadat yang wajib diniati, sedangkan orang yang tidak beragama islam
dan orang yang belum mumayyiz tidak diberi hak untuk berniat
3.
air mutlaq
4.
tidak yang menghalangi
sampainya air ke kulit, seperti getah dan sebagainya
5.
tidak berhadast besar
6.
masuk waktu sholat (khusus bagi
orang yang hadastnya berkepanjangan).
7.
Tahu akan kefardhuan wudhu
8.
Tidak mengiktikadkan fardhunya
wudhu sebagai hal yang sunnat
9.
Di anggotanya tidak terdapat
sesuatu yang bisa merubah air.
10.Terus
menerus bagi orang yang tidak pernah berhenti hadastnya.
b. Fardhu (rukun) wudhu
1.
Niat
Niat artinya menyengaja (qashd) sesuatu serentak dengan
melakukanya. Tempat dan pelaku niat itu adalah hati, namun sunnah menyertainya
dengan ucapan lisan untuk membantu pernyataan sengaja yang didalam hati.
Niat
berfungsi membedakan antara :
a.
Pebuatan ibadah dengan bukan ibadah
b.
Tingkatan-tingkatan ibadah,
yakni antara fardhu dengan yang sunnah,
2.
Membasuh Muka
Berdasarkan
Q.S Al Maidah:6, batas muka yang wajib dibasuh ialah dari tempat tumbuh rambut
kepala sebelah atas sampai kedua tulang dagu bagian bawah: lintangnya, dari
telinga ke telinga: seluruh bagian muka yang tersebut wajib dibasuh, tidak
boleh tertinggal sedikitpun, bahkan wajib dilebihkan sedikit agar kita terbasuh
semuanya.
Bulu-bulu
yang terdapat pada wajah terbagi dua macam:
a.
Bulu yang menurut biasanya adalah tipis setipis alis
mata, ini wajib dibasuh luar dan dalamnya walaupun pada kenyataanya bulu itu
tebal
b.
Bulu yang biasanya tebal,
seperti janggut. Bila tipis wajib dibasuh luar dan dalam, akan tetapi, jika
tebal cukuplah membasuh bagian luarnya saja. Ini didasarkan kepada hadist,
bahwa rasulullah berwudhu dan membasuh muka beliau dengan sedikit ciduk
(ghurfah) saja.
3.
Membasuh tangan sampai siku
Maksudnya, basuhan itu meliputi keseluruhan tangan dari
ujung-ujung jari sampai dengan kedua siku. Kedua siku termasuk bagian yang wajib dibasuh.
4.
Mengusap sebagian kepala
Walaupun
hanya sebagia kecil, sebaiknya tidak kurang dari selebar ubun-ubun, baik yang disapu
itu kulit kepala ataupun rambut.
5.
Membasuh dua telapak kaki
sampai mata kaki
Maksudnya, dua mata kaki wajib juga dibasuh. Seperti pada
basuhan lainya disini air mesti mencapai seluruh bagian dari kaki. Jika dikaki
itu terdapat sesuatu yang dapat menghalangi air, misalnya kotoran kuku, maka
wajib membuangnya terlebih dahulu agar ia benar-benar sampai keseluruh kaki.
6.
Tertib (berurutan)
Dalam Fathul Qarib jilid 1 yang diterjemahkan oleh Drs.
H. Imron Abu Amar, sebagai berikut:
وَذَكَرَاْلْمُصَنِّفُ
اْلفُرُوضَ فى قَوْ لَه:
(وَفُرُوضُ
اْلوُضُوْءِسِتَّةُ اَشْيَاءَ) اَحَدُ هَا (اَلنِّيَّةُ) وَحَقِيْقَتُهَا شَرْعًا
قَصْدُ شَىْءٍ مُقْتَرَ نًا بٍفِعْلِه فَاِنُ تَرَاخى عَنْهُ سُمِّيَ عَنْمًا وَ
تَكوُ نُ النِّيَّةُ (عِنْدَ غَسْلُ ) اَوَّلِ جُزْءٍ مِنْ (اْلوَجَةِ) اَىْ
مقْتَرَ نَةً بِذ لِكَ اْلجُزْءِلَابِجَمِيْعِه وَلَا بٍمَا قَبْلَهُ وَلَا بمَا
بَعْدَ هُ
“Pengarang kitab ini
menerangkan tentang fardhu-fardhunya wudhu dalam perkataannya, bahwa fardhu
wudhu itu ada 6 perkara:
1.
Niat,
menurut syarak hakikat niat ialah menuju sesuatu yang dibarengi dengan
mengerjakannya. Jika tidak disertai mengerjakannya, maka ia dinamai “Azam”.
Niat tersebut dikerjakan ketika membasuh permulaan bagian muka, artinya ia
dilakukan bersamaan dengan membasuh bagian muka (wajah), tidak secara
keseluruhan, tidak sebelum membasuhnya dan juga tidak sesudahnya (membasuh
muka, pen.).
فَيَنْوِى
اْلمُتَوَ ضِّىءُ عِنْدَ غَصْلِ مَا ذُكِرَ رَفْعَ حَدَ ثً مِنْ اَحْدَا ثِه
اَوْيَنْوِىَ اسْتِبَا حَةَ مُفْتَقِرٍاِلى وُضوْءٍ اَوْيَنْوِىَ فَرْضَ اْلوُ
ضُوٌ فَقَطْاَ وِا لطِّهَا رَةَ عَنِ اْلحَدَ ثِ
“Wajiblah niat bagi orang yang
menghilangkan hadats ddari beberapa hadatsnya (wudlu). Atau baginya niat
mengerjakan fardlunya wudhu saja atau pula niat bersesuci dari hadats.”
فَاِنْ لَمْ
يَقُلْ عَنِ اْلحَدَ ثِ لَمْ يَصَحَّ وَاِذَا نَوى مَا يُعْتَبَرُ مِنْ هذِهِ
اِلنِّيَّا تِ وَشَرَكَ مَعَهُ نِيّةُ تَنَضُّفٍ اَوْ تَبَرُّدٍ صَحَّ وُضُوْءُهُ
“Apabila orang yang berwudhu
tidak mengucapkan niat menghilangkan hadats, maka tidak sah whudhunya. Oleh
karena itu, sebaiknya niat tersebut ditempuh dengan cara sebagaimana yang sudah
biasa dikerjakan sehari-hari yakni niat membersihkan (bersesuci) dari hadats,
mka hukumnya adalah shah (wudhunya)”
(وَ) الثَّا نَىْ (غَسْلُ جَمِيْعِ اْلوَجْهِ) وَحَدُّهُ
طُوْلًامَا بَيْنَ مَنَا بِتِ الشَّعْرِالرَّأْسِ غَااِبًا وَاخِرِ اللَّحْيَيْنِ
وَ هُمَااْلعَظْمَانِ اللَّذَانِ يَنْبُتُ عَلَيْهِهَا اْلاَسْنَانُ السُّفْلى
يَجْتَمِعُ مُقَدِّ مُهُمَا فِى اللَّ قَنِ وَمُؤَ حِزُّهُمَافِى اْلاذُنِ
وِحِدُّهُ عِرْضًامَا بَيْنَ الْاُذُنَيْنِ)
2.
Membasuh
seluruh bagian muka. Adapun yang disebut dengan “Muka” (wajah) maka batasannya
adalah mulai tempat tumbuhnya rambut kepala sampai bagian bawah dagu, dan mulai
dari sentil (tempat anting-anting) telinga yang kanan sampai telinga yang kiri.
وَاِذَا
كَانَ عَلَى اْلوَ جْهِ ثَعْرٌ خَفِيْفٌ اوْكَثِيْفٌ وَجَبَ اِيْصَا لُ
اْلمَاءِاِلَيْهِ مَعَ اْلبَشَرَةِاِلَّتِىْ تَحْتَهُ.
“Apabila pada bagian muka
tersebut terdapat rambut yang tumbuh, baik tumbuh tipis (jarang-jarang) atau
tebal, maka wajib membasuh bagian luar dan bagian dalam yakni bagian yang
menjadi tempat tumbuhnya rambut itu.”
وَاَمَّا
لِحْيَةُ الرَّجُلِ الْكَثِيْفَةِبِاَنْ لَمْ يَرَاْلمُخَاطًبُ بَشَرَ تَهَامِنْ
خِلَا لِهَا فَيَكْفِىْ غَسْلُ ظَاهِرِهاَ بِخِلَافِ اْلخَفِيْفَةِ وَهِىَ
مَايَرَالْمُخَا طَبُ بَشَرَ تَهَا فَيَجِبُ اِيْصَالُ اْلمَاءِلِبَشَرَتِهَا.
“Adapun jenggot yang tebal, yakni sekiranya orang
yang berbicara (di hadapannya) tidak mengetahui kulitnya, maka cukuplah
membasuh pada bagian lahirnya saja. Berbeda dengan (rambut) jenggot yang tipis
(jarang-jarang) yaitu rambut sekiranya orang yang diajak berbicara dapat
melihat kulitnya, maka wajiblah menyampaikam air kekulitnya”
وَبِخِلَافِ
لَخَيَةِ امْرَأَةٍوَخُنْثَى فَيَجِبُ اِيْصَا لٌ الْمَاءِلِبَشَرَتِهِمَا
وَلَوْكَثِيْفًا وَلَابُدَّمَعَ غَسْلِ اْلوَجُزْءٍمِنَ لَّ أْسِ وَالرَّفَبَةِ
وَمَا تَحْتً الذَّقَدِ.
“Dan
yang demikian itu mengecualikan jenggotnya orang perempuan dan orang banci,
karena itu wajib bagi keduanya membasuh rambut jenggotnya sampai
kulit-kulitnya. Agar supaya pembasuhan itu dapat merata sebaiknya air itu
senantiasa dimasukkan ke dalam bagian-bagian yang harus terkena air, seperti
bagian kepala, leher dan bagian-bagian yang ada di bawah jenggot itu sendiri.”
(وَ)الثَّالِثُ
(غَسْلُ اْليَدَيْنِ اِلَى اْلمِرْفَقيْنِ) فَاِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ مِرْ فَقَانِ
اُعْتُبِرَقَدْرُهُمَا وَيَجِبُ غَسْلُ مَاعَلَى اْليَدَ بْنِ مِنْ شَعْرٍ
وَسِلْعَةٍ وَاَصْبُعٍ زَاءِدَةٍوَاَظَا فِيْرَـ وَيَجِبُ اِزَالَةُمَا تَحْتَهَا
مِنْ وَسَخٍ يَمْنَعُ وُصُوَل اْلمَاءِاِلَيْهِ.
3.
Membasuh
dua tangan sampai siku-sikunya, apabila seseorang tidak mempunyai dua
siku-siku, maka pembasuhan dapat dilakukan dengan cukup memperkirakan saja. Dan
juga wajib membasuh benda-benda yang terdapat pada dua tangan. Misalnya: rambut
(bulu), uci-uci, anak jari tambahan, kuku. Dan semua benda yang ada di bawah
kuku (kotoran) maka wajib dihilangkan, sebab hal itu dapat mengakibatkan
terhalangnya air untuk sampai ke bagian (juz) yang adadi bawah kuku.”
(وَ)الرَّا
بِعُ(مَسْحُ بَعْضِ الرَّأْسِ) مِنْ ذَ كَرٍاَوْاُنْثى اَوْمَسْحُ بَعْضِ
شَعْرِفىْ حَدِّ الرَّأْسِ وَلَاتَتَعَيَّنُ اْليَدُ لِلْمَسْحِ بَلْ يَجُوْزُ
بِخِرْ قَةٍوَغَيْرِهَا وَلَوْ غَسَلَ رَأْسَهُ بَدَلَ مَسْحِهَا
جَازَوَلَوْوَضَعَ يَدَهُ اْلمَبْلُوْلَةَوَلَمْ يُحَرِّ كْهَا جَازَ.
4. Mengusap sebagian dari kepala, baik laki-laki
maupun perempuan, juga diperbolehkan mengusap sebagian rambut yang ada pada
batasan kepala. Sedangkan cara mengusapnya tidaklah harus dengan tangan, akan
tetapi diperkenankan mengusap dengan memakai kain bekas atau lainnya.
Seandainya terhadi seorang pembasuh kepalanya (bukan mengusap) maka hukumnya di
perbolehkan. Demikian pula bila orang tersebut memasukkan tangannya yang sudah
dibasahi air, misalnya di dalam koalm (bak air) sedang ia tidak menggerakkan
tangannya itu, maka hukumnya shah.
c. Sunat Wudhu
1)
Membaca basmalah pada permulaan wudhu
2)
Membasuh kedua telapak tangan
sampai pada pergelangan tangan
3)
Berkumur-kumur (madmadah),
memasukan air ke mulut sambil mengguncangkanya, kemudian membuangnya
4)
Istinsyaq yakni memasukan air ke hidung kemudian
membuangnya
5)
Meratakan sapuan keseluruh kepala
6)
Menyapu kedua telinga luar dan
dalam
7)
Menyela-nyela janggut dengan jari
8)
Mendahulukan yang kanan
daripada yang kiri
9)
Membasuh setiap anggota tiga kali
10)
Muwalah yaitu berturut-turut
antara anggota. Yang dimaksudkan dengan berturut-turut disini ialah sebelum
kering anggota pertama, anggota kedua sudah dibasuh, dan sebelum kering anggota
kedua,anggota tiga sudah dibasuh pula, dan seterusnya.
11) Menghadap kiblat
12) Menggosok-gosok
anggota wudhu,khususnya bagian tumit
13)
Menggunakan air dengan hemat,
tidak berlebih-lebihan
d. Hal-hal yang Membatalkan Wudhu’
1)
Keluarnya sesuatu dari qubul atau dubur, baik berupa
zat atau angin, yang biasa ataupun tidak biasa, seperti darah,baik yang keluar
itu najis ataupun suci, seperti ulat
2)
Hilang akal, sebab mabuk atau
gila
3)
Tidur, kecuali dalam keadaan
duduk yang pintu keluar anginya tertutup dengan keadaan duduk yang tetap, maka
tidak membatalkan wudhu
4)
Bersentuhan kulit laki-laki
dengan kulit perempuan
5)
Oleh karena itu dibatasi pada
sentuhan :
·
Antara kulit dengan kulit
·
Laki-laki dan perempuan yang telah mencapai usia
syahwat
·
Diantara mereka tidak ada
hubungan mahram
·
Sentuhan langsung tanpa alas
atau pengalang
6)
Menyentuh kemaluan atau pintu
dubur dengan telapak tangan tanpa alas
2.
Tayamum
Pengertian
Tayamum secara lughat (etimologi) yaitu “menyengaja”, sedangkan secara sraya’
(terminologi) yaitu “Mendatanakan debu yang suci ke wajah dan kedua tangan
sampai sikut dengan syarat dan rukun tertentu”
Dalam Fathul Qarib jilid 1 yang diterjemahkan oleh Drs.
H. Imron Abu Amar, sebagai berikut:
وَالتَّيَمُّمُ لُغَةً اَلْقَصْدُ وَشَرْعًا اِيْصَا
لُ تُرَابٍ طَهُوْرٍلِلْوَجْهِ وَاْلَيَدَيْنِ بَدَلًا عَنْ وضُوْءٍ اَوْ غُسْلٍ
اَوْ غَسْلِ عَضْوٍ بِشَرَاءِطَ مَخْصُوْصَةٍ.
“Pengertian tayamum
menurut bahasa adalah “menuju”. Sedang menurut syara’ tayamum ialah
menyampaikan debu yang suci ke wajah dan kedua tangan sebagai gantinya wudlu,
amndi atau membasuh anggota disertai syarat-syarat yang sudah ditentukan.”
Tayamum
diperbolehkan pada tahun ke-6 Hijriyah, sebagai keringanan (rukshah) yang
diberikan kepada umat Isalam. Tayamum merupakan pengganti dari thaharah, ketika
seseorang tidak dapat mandi atau wudhu Salah satu ayat yang sering dijadikan dasar untuk bertayamum
adalah dalam firman Allah surat Al-Maidah ayat 6, yang berbunyi :
اِذَا قُمۡتُمۡ اِلَى الصَّلٰوةِ فَاغۡسِلُوۡا وُجُوۡهَكُمۡ وَاَيۡدِيَكُمۡ اِلَى الۡمَرَافِقِ وَامۡسَحُوۡا بِرُءُوۡسِكُمۡ وَاَرۡجُلَكُمۡ اِلَى الۡـكَعۡبَيۡنِ ؕ وَاِنۡ كُنۡتُمۡ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوۡا ؕ وَاِنۡ كُنۡتُمۡ مَّرۡضَىٰۤ اَوۡ عَلٰى سَفَرٍ اَوۡ جَآءَ اَحَدٌ مِّنۡكُمۡ مِّنَ الۡغَآٮِٕطِ اَوۡ لٰمَسۡتُمُ النِّسَآءَ فَلَمۡ تَجِدُوۡا مَآءً فَتَيَمَّمُوۡا صَعِيۡدًا طَيِّبًا فَامۡسَحُوۡا بِوُجُوۡهِكُمۡ وَاَيۡدِيۡكُمۡ مِّنۡهُ (المئدة : ٦)
Artinya :
“Jika kamu hendak melakukan shalat, basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai ke siku. Dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai ke mata
kaki. Dan kalau kamu junub (wajib mandi) bersihkanlah dirimu (mandilah). Dan
kalau kamu sedang sakit atau sedang bepergian atau kembali dari tempat buang
air (kakus), atau bersetubuh dengan perempuan, lalu kamu tidak menemukan air,
maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih), kemudian sapulah wajah dan
tangan kamu dengan tanah tersebut”
(QS. Al-maidah : 6)
Dan
salah satu hadits Nabi yang berbunyi :
قَال
النَّبِىّ صَلَى
اللّٙٓه
عَلَٻْهِ وسَلَّمْ
جعلت لناالٲرض
كلها مسجدا
وتربتها طهورا
(رواه مسلم)
Artinya :
“Bumi dijadikan untuk-Ku sebagai mesjid dan debunya dapat
mensucikan”.
(HR.Muslim)
Dari
Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 6 tersebut telah jelas bahwa tayamum
merupakan pengganti wudhu atau mandi ketika seseorang dalam keadaan udzur, baik
seperti sedang sakit, sedang dalam perjalanan jauh ataupun tidak adanya air
ketika hendak berwudhu atau mandi.
Dalam
hal ini tayamum berkedudukan hanya sebagai pengganti wudhu, oleh karenanya
tayamum tidak bisa dikiaskan dengan wudhu, sebab tayamum itu adalah bersuci
dalam keadaan darurat. Jika dimungkinkan masih bisa melaksanakan wudhu maka tidak diperbolehkan
untuk bertayamum.
a.
Sebab-Sebab
Diperbolehkannya Tayamum
Ada beberapa sebab yang mengakibatkan seseorang
diperbolehkan untuk bertayamum, diantaranya :
1.
Tidak adanya air
Hal
ini bisa disebabkan karena sudah diusahakan untuk mencari air tetapi tidak
mendapatkan air, sedangkan waktu shalat sudah masuk atau karena sedang dalam
perjalanan (musafir). Ada beberapa kriteria musafir yang diperbolehkan bertayamum, yaitu sebagai
berikut :
a.
Ia yakin bahwa disekitar
tempatnya itu benar-benar tidak ada air, maka ia boleh langsung bertayamum
tanpa harus mencari air terlebih dahulu.
b.
Ia tidak yakin, ia menduga disana
mungkin ada air, tetapi mungkin juga tidak. Pada keadaan yang demikian, ia
wajib lebih dulu mencari air di tempat-tempat yang dianggapnya mungkin terdapat
air.
c.
Ia yakin ada air disekitar
tempat itu. Akan tetapi menimbang situasi pada saat itu tempatnya jauh dan
dikhawatirkan waktu shalat akan habis dan banyaknya musafir yang berdesakan
mengambil air, maka ia diperbolehkan tayamum.
2.
Adanya udzur
Adanya udzur seperti sakit, yang menurut prediksi dokter
akan bertambah parah akan bertambah parah atau semakin lama sembuhnya bila
terkena air.
3.
Ada perbedaan pendapat tentang
sebab tayamum yang ke-3 ini, Imam Hanafi berpendapat hanya ada dua yg
disebutkan diatas yg merupakan sebab diperbolehkannya tayamum, menurut Imam
Syafi’i sebab ke-3 adalah adanya air sedikit tetapi untuk minum hewan yang
dimulyakan oleh syara’, menurut Imam Malik adanya air sedikit tetapi untuk
minum hewan sekalipun anjing, dan menurut Imam Hambali sebab yang ke-3 adalah
mancari air setelah waktunya shalat tetapi tidak menemukan air.
b.
Syarat-Syarat Tayamum
Tayamum dibenarkan apabila terpenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
1.
Dengan tanah yang suci dan
berdebu.
Menurut pendapat Imam Syafi’i, tidak sah tayamum selain
dengan tanah. Menurut pendapat imam yang lain, boleh (sah) tayamum dengan
tanah, pasir atau batu. Dalil pendapat yang kedua ini adalah berdasarkan sabda
Rasulullah SAW. :
جُعِلَتْ
لِى الْاَرْضُ
طَيِّبَةً وَ
طَهُوْرًاوَ مَسْجِدًا
Artinya :
“Bumi dijadikan
untuk-Ku sebagai mesjid dan debunya dapat mensucikan”. (HR.Muslim)
Yang
dimaksud dengan tanah (debu) yang suci disini adalah tanah murni (khalis) yang
tidak bercampur dengan barang selainnya (seperti tepung dan sebangsanya), dan
bukan pula tanah yang musta’mal (yang sudah terpakai untuk thaharah).
2.
Sudah masuk waktu shalat.
Tayamum
disyariatkan untuk orang yang terpaksa. Sebelum masuk waktu shalat ia belum
terpaksa, sebab shalat belum wajib atasnya ketika itu.
3.
Menghilangkan najis.
Menurut
sebagian ulama, sebelum melakukan tayamum hendaklah ia membersihkan diri
terlebih dahulu dari najis, tetapi menurut pendapat yang lain ada juga yang
mengatakan tidak usah.
Dalam Fathul Qarib jilid 1 yang diterjemahkan oleh Drs.
H. Imron Abu Amar, sebagai berikut:
وَشَرَاءِطُ الَتَّيَمُمُ خَمْسَةُ اَشْيَاءَ؛ وَفى بَعْضِ نُسَخِ
اْلمَتْنِ خَمْسَ خِصَالٍ (وُجُوْدُالْعُذْرِبِسَفَرٍاَوْمَرَضٍ.
“Syarat-syarat tayamum
itu ada 5 macam perkara yaitu:
1. Adanya halangan (udzur) karena berpergian atau
sakit.
(وَ) الثَّا نِىْ ادُ خُولُ وَقْتِ الصَّلَاةِ) فَلَايَصِحُّ
التَّيَمُّمُ لَهَا قَبْلَ دُخُولِ وَقْتِهَا.
2. Masuk waktunya shalat, maka tidak shah
tayammumkarena waktu untuk shalat sebelum masuk waktunya.
(وَ) الثَّا لِثُ (طَلَبُ اْلمَاءِ) بَعْدَدُخُوْلِ اْلوَ قْتِ
بِنَفْسِهِ اَوْبِمَنْ اَذِنَ لَهُ فِى طَلَبِه فَيَطْلُبُ اْلمَاءَمِنْ رَحْلِه
وَرُفْقَتِه.
3. Harus mencari air sesudah datang waktu shalat
yang dilakukan oleh dirinya sendiri atau dengan orang yang telah mendapatkan
izin untuk mencarikan air. Maka hendaknya mencari air dari upayanya sendiri dan
dari teman-temannya.
فَاِنْ كَانَ مُنْفَرَدًانَظَرَحَوَالَيْهِ مِنَ اْلجِهَا تِ
اْلاَرْبَعِ اِنْ كَانَ بِمُسْتَوٍ مِنَ اْلاَرْضِ فَاِنْ كَانَ
فِيْهَااِرْتِفَاعٌ وَانْخِفَاضٌ تَرَدَّدَقَدْرَنَظْرِه.
“Jika orang tersebut sendirian, maka hendaknya melihat
kanan kirinya dari empat arah bila berada di tempat yang buminya datar. Sedang
jika berada ditempat yang naik turun, maka hendaklah memperkirakan berdasarkan
penglihatannya.
(وَ) الرَّبِعُ(تَعَذُّرُاسْتِعْمَالِه)اَىِ اْلمَاءِبِاَنْ يَخَافَ
مِنِ اسْتِعْمَالِ اْلمَاءِعَلى ذَهَابِ نَفْسٍ اَوْمَنْفَعَةِعُضْوٍ.
4. Terhalang memaki air. Seperti takut memakai
air yang menyebabkan hilang nyawanya atau hilang manfaatnya anggota.
وَيَدْ خُل فِى اْلعُذْرِمَالَوْكَانَ بِقُرْبِه
مَاءٌوَخَافَلَوْقَصَدَهُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ سَبُع اَوْعَدُوٍّاَوْعَلَى مَالِهِ
مِنْ سَارِقٍ اَوْغَاصِب.
“Termasuk juga terhalang
memakai air yaitu bila ada air di dekatnya, ia akan takut dirinya jika menuju
tempat air itu seperti adanya binatang buas, musuh, takut hartanya tercuri
orang atau takutkepada orang yang pemarah..”
وَيُوْجَدٌفِىْ بَعْضِ نُسَخِ اْلمَتْنِ فِىْ هَذَا الشَّرْطِ
زِيَادَةُتَعَذُّرِاسْتِعْمَالِه وَهِىَ(وَاِعْوَازُهُ بَعْدَالطَّلَبِ وَ)
“Didapat sebagian
keterangan di dalam kitab Matan adanya tambahan dalam syarat ini sesudah
terhalangnya memakai air yaitu: kebutuhan orang itu akan air sesudah berusaha
mencarinya”
(اْلخَامِسُ)(اَلْتُّرَابُ اطَّاهِرُ) اَى الطُّهُوْرُغَيْرُالمندى
وَيَصْدُقُالطًّاهِرُبِالْمَغْصُوبِ وَتُرَابِ مَقْيَرَةٍلَمْ تُنْبَسْ.
5. Harus dengan debu yang suci yang tidak
dibasahi. Perkataan “Ath-Thahiru” artinya:”yang suci” itu sejalan dengan
pengertian debu yang diperoleh dengan ghashab dan debu kuburan yang belum
digali.
وَيُوْجَدُفِى بَعْضِ النُّسَخِ زِيَادَةٌفِى هَذَا الشَّرْطِ
وَهِىَ(اَلَّذِىْ لَهُ غُبَارٌفَاِنْ خَالَطَهُ جَصٌّ اَوْرَمْلٌ لَمْ يَجُزْ)
“Dan terdapat dalam
sebagian keterangan ada tambahan dalam syarat ini, yaitu tanah yang berdebu.
Jika debu itu bercampur dengan gamping (kapur) atau apsir maka debu itu tidak
dapat dibuat tayammum.”
وَهذَامُوَافِقٌ لِمَاقَالَهُ النَوَوِىُّ فِىْ شَرْحِ اْلمُهَذَّبِ
وَالتَّصْحِيْحِ لكِنَّهُ فِى الرَّوْضَةِوَاْلفَتَاوى جَوَّزَذلِكَ.
“Keterangan ini(tidak
dapat dibuat tayammum, pen.) adalah sesuai dengan pendapat Imam Nawawi tersebut
di dalam syarakh Muhadz-dzab dan kitab Tash-heh Tetapi Imam Nawawi dalam kitab
Raudlah dan kitab Fatawi telah menghukumi boleh dibuat tayammum.”
وَيَصِحُّ التَّيَمُّمُ اَيْضًابرَمْلٍ فِيْهِ غُبَارٌوَخَرَجَ
بِقَوْلِ الْمُصَنِّفِ التُّرَابُ غَيْرَهُ كَنُوْرَةٍوَسِحَا قَةِخَزْفٍ وَخَرَجَ
بِالطّاَ هِرِالنَّجِسُ وَاَمَّا التُّرَابُ اْلمُسْتَعْمَلُ فَلَا يَصِحُّ
التَّيَمُّمُ بِه.
“Dan juga dianggap shah
bertayammum dengan pasiryang ada debunya. Perkataan mushannif “debu” itu
mengecualikan lainnya seperti kapur dan semen merah. Juga perkataan “suci”
mengecualikan debu dan najis. Adapun debu yang sudah terpakai, maka tidak shah
untuk bertayammum.”
c.
Rukun- Rukun Tayamum
1.
Niat
Imam
Hanafi mewajibkan niat didalam tayamum karena ‘ainutturob (dzatiyah debu) tidak
dapat mensucikan, sehingga butuh penguat yaitu niat. Bedahalnya dengan air, Karena
menurut Imam Hanafi, bersuci dengan air
tidak perlu niat. Imam Hanafi memperbolehkan tayamum dengan niat menghilangkan
hadats, karena tayamum merupakan pengganti wudhu atau mandi, maka menurut Imam
Hanafi satu kali tayamum boleh untuk melakukan beberapa kali shalat fardu.
Sedangkan Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hambali
sependapat bahwa satu kali tayamum hanya dapat digunakan untuk satu kali shalat
fardu dan tidak boleh di niati rof’ul hadats (menghilagkan hadats) tetapi
istibahatish shalat (diperbolehkan melakukan sholat).
2.
Mengusap wajah dengan dengan debu
3.
Mengusap kedua tangan.
Menurut
Imam Syafi’i dan Imam Hanafi mengusap kedua tangan sampaisiku-siku, sedangkan
menurut Imam Maliki dan Imam Hambali cukup dengan mengusap tangan hingga
pergelangan tangan saja.
4.
Menurut Imam Hanafi dan Imam
Hambali hanya ada 3 rukun-rukun tayamum yang disebutkan diatas. Menurut Imam
Maliki rukun tayamum yang ke-4 adalah Mualah (terus menerus tanpa ada pemisah
lama) antara mengusap anggota satu dengan yang lain, dan antara tayamum dengan
shalat merupakan rukun tayamum. Sedangkan menurut Imam Syafi’i rukun tayamum
yang ke-4 adalah tartib (mendahulukan anggota yang seharusnya diawal dan
mengakhirkan anggota yang seharusnya terakhir).
d.
Sunat-Sunat Tayamum
1.
Membaca basmallah. Dalilnya adalah hadits sunat
wudhu, karena tayamum merupakan pengganti wudhu.
2.
Mengepikan debu dari telapak
tangan supaya debu yang berada di telapak tangan menjadi tipis.
3.
Mendahulukan menyapu tangan
kanan dari yang kiri dan memulakan bagian atas dari bagian bawah ketika menyapu
muka.
4.
Merenggangkan jari-jari ketika
menepukannya pertama kali ke tanah.
5.
Menyela-nyela jari setelah
menyapu kedua tangan
6.
Dilakukan dengan tertib
7.
Membaca dua kalimat syahadat sesudah tayamum,
sebagaiman sesudah selesai berwudhu
e.
Batalnya Tayamum
1.
Semua hal yang membatalkan wudhu juga membatalkan
tayamum.
2.
Adanya air.
Apabila seseorang bertayamum karena tidak ada air dan
bukan karena sakit atau luka, lalu ia mendapatkan air sebelum ia melaksanakan
shalat maka tayamumnya itu batal. Oleh karena itu ada beberapa ketentuan bagi
orang yang bertayamum tetapi kemudian menemukan air, adalah sebagai berikut :
a.
Jika menemukan air setelah shalat selesai,
maka tidak wajib baginya untuk mengulangi shalatnya, meskipun waktu shalat itu
masih ada. Sebagaimana
diteranggkan dalam hadits berikut yang artinya :
“Dua orang laki-laki melakukan suatu perjalanan dan datanglah waktu shalat,
sedangkan mereka tidak mendapakan air. Maka keduanya bertayamum dengan tanah
yang suci, lalu melaksanakan shalat. Kemudian diantara mereka menemukan air,
maka seorang dari mereka berwudhu dan mengulangi shalatnya, sedangkan yang
satunya tidak mengulangi shalatnya, kemudian mereka menghadap Nabi SAW dan
menceritakan peristiwa itu. Maka Rasulullah SAW bersabda kepada orang yang
tidak mengulanginya, “ Engkau telah sesuai sunnah dan memperoleh pahala dari
shalatmu.” Kepada orang yang berwudhu lagi mengulangi shalatnya, “Bagimu pahala dua kali.”
b.
Jika orang yang bertayamum
bukan karena sakit,lalu menemukan air sebelum ia melaksanakan shalat, maka
tayamumnya itu batal dan ia harus berwuudhu.
c.
Apabila orang yang bertayamum
karena junub, lalu ia menemukan air setelah shalat, maka ia tidak wajib
mengulangi wudhu melainkan harus mandi. Sebagaimana diterangkan dalam hadits Nabi SAW
berikut yang artinya :
“Rasulullah SAW melakukan shalat bersama oorang-orang.
Ketika beliau berpaling dari shalatnya, ada seorang laki-laki yang memisahkan
diri dan tidak ikut shalat. Maka Rasulullah bertanya kepadanya, “Kenapa kamu
tidak ikut shalat bersama orang-orang?” Dia menjawab : “ Saya sedng junub dan
tidak saya dapati air.” Maka beliau bersabda : “Pakailah tanah, itu cukup
bagimu.” Selanjutknya diceritakan oleh Imran setelah mereka memperoleh air,
maka Rasulullah SAW memberikan setimba air kepadanya seraya bersabda :
”Pergilah dan kucurkanlah ke tubuhmu (mandilah)”
3.
Murtad.
Comments
Post a Comment