LANDASAN PRAKTEK PENDIDIKAN
DISUSUN
OLEH:
NAMA :
NPM :
MK : LANDASAN PENDIDIKAN
DOSEN
:
PRODI :
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ALMUSLIM
BIREUEN
2019
LANDASAN PRAKTEK
PENDIDIKAN
Secara
leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu
landasan merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik
tolak atau dasar pijakan ini dapat bersifat material (contoh: landasan
pesawat terbang); dapat pula bersifat konseptual (contoh: landasan pendidikan).
Landasan yang bersifat konseptual identik dengan asumsi, adapun
asumsi dapat dibedakan menjadi tiga macam asumsi, yaitu aksioma, postulat dan premis
tersembunyi.
Pendidikan antara lain dapat
dipahami dari dua sudut pandang, pertama dari sudut praktek sehingga kita
mengenal istilah praktek pendidikan, dan kedua dari sudut studi sehingga kita
kenal istilah studi pendidikan.
Praktek pendidikan adalah kegiatan
seseorang atau sekelompok orang atau lembaga dalam membantu individu atau
sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan. Kegiatan bantuan dalam
praktek pendidikan dapat berupa pengelolaan pendidikan (makro maupun mikro),
dan dapat berupa kegiatan pendidikan (bimbingan, pengajaran dan atau latihan). Studi
pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang dalam rangka
memahami pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa landasan praktek pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi
dasar pijakan atau titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan
atau studi pendidikan.
1.
Pandangan Tokoh
Sejarah Pendidikan
Menurut Salahudin, A yang dikutip
kembali oleh Halim, A dan Supriyono (2012), Kata Filosofis terbentuk dari
2 kata dari bahasa Yunani, yaitu philo yang berarti cinta
dan Sophosyang berarti kebijaksanaan. Dengan demikian
Filosofis (Filsafat) dapat diartikan sebagai cinta kebijaksanaan
(alhikmah). Orang yang mencintai atau mencari kebijaksanaan atau kebenaran
disebut dengan Filsuf.
Landasan filosofis pendidikan
merupakan bagian penting yang harus dipelajari dalam dunia pendidikan, hal ini
dikarenakan pendidikan bersifat normatif dan perspektif. Selain itu juga,
dengan filosofis pendidikan kita akan mengetahui mengapa, apa, dan
bagaimana kita melakukan pelajaran, siapa yang kita ajar dan mengenai hakikat
belajar. Hal ini merupakan seperangkat prinsip yang menuntun kita dalam
melakukan tindakan profesional melalui kegiatan dan masalah-masalah yang
kita hadapi sehari-hari.
Landasan pendidikan merupakan suatu
gagasan tentang pendidikan yang dijelaskan berdasarkan filsafat umum dalam
pendidikan yang terdiri dari Metafisika, Ephistimologi dan Aksiologi. Menurut
Cohen, L.N.M. (1999) bahwa terdapat 3 (tiga) cabang-cabang Filosofi
(Filsafat) yang masing-masing memiliki sub cabang. Ketiga cabang-cabang
tersebut adalah Metaphysic (Metafisika), Ephistemology (Epistemologi), dan
Axiology (Aksiologi).
Secara filosofis, bangsa Indonesia
sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang berketuhanan dan
berkemanusiaan, hal ini berdsarkan kenyataan objektif bahwa manusia adalah
makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Syarat mutlak suatu negara adalah
persatuan yang terwujudkan sebagai rakyat (merupakan unsur pokok negara),
sehingga secara filosofis negara berpersatuan dan berkerakyatan. Konsekuensinya
rakyat adalah merupakan dasar ontologis demokrasi, karena rakyat merupakan asal
mula kekuasaan negara. Atas dasar pengertian itulah maka nilai pancasila
merupakan dasar filosofis negara.
Pancasila yang dimaksud adalah
Pancasila yang rumusannya terdapat dalam “Pembukaan” Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:
1)
Ketuhanan Yang Maha Esa,
2)
Kemanusiaan yang adil
dan beradab,
3)
Persatuan Indonesia,
4)
Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,
5)
Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila menjadi acuan untuk
berkarya pada segala bidang. Sejalan dengan ini, pasal 2 Undang-Undang RI
No. 20 Tahun 2003 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional” menyatakan bahwa
“Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Rincian selanjutnya tentang hal itu
tercantum dalam penjelasan UU- RI No. 20 Tahun 2003 yang menegaskan bahwa
pembangunan nasional termasuk di bidang pendidikan adalah pengalaman pancasila
dan untuk itu pendidikan nasional mengusahakan antara lain: “Pembentukan
manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang berkualitas tinggi dan mampu
mandiri”. Sedangkan ketetapan MPR-RI No. II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan Pengalaman Pancasila mengaskan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh
rakyar Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandngan hidup bangsa Indonesia
dan Dasar Negara Republik Indonesia. Sehubungan dengan hal ini,
bangsa Indonesia memiliki landasan filosofis pendidikan tersendiri dalam
sistem pendidikan nasionalnya,yaitu Pancasila.
Pendidikan dalam arti khusus ini
menggambarkan upaya pendidikan yang terpusat dalam lingkungan keluarga, dalam
arti tanggung jawab keluarga. Hal tersebut lebih jelas dikemukakan oleh
drijarkara (Ahmadi, Uhbiyati: 1991), bahwa:
1)
Pendidikan ialah hidup
bersama dalam keatuan tritunggal ayah-ibu-anaj di mana terjadi pemanusiaan
anak. Dia berproses untuk memanusiakan sendiri sebagai manusia purnawa.
2)
Pendidikan adalah hidup
bersama dalam kesatuan tritunggal ayah-ibu-anak, dimana terjadi pembudayaan
anak. Dia berproses untuk akhirnya bisa membudaya sendiri sebagai manusia
purnawa.
3)
Pendidikan adalah hidup
bersama dalam kesatuan tritunggal ayah-ibu-anak, dimana terjadi pelaksanaan
nilai-nilai, dengan mana dia berproses untuk akhirnya biasa membudaya sendiri
sebagai manusia purnawa.
Jadi yang menjadi objek kajian
pedagogik adalah pergaulan pendidikan antara orang dewasa dengan anak yang
belum dewasa, menurut Langeveld disebut dengan “situasi pendidikan”. Jadi
proses pendidikan menurut pedagogik berlangsung sejak anak lahir sampai anak
mencapai dewasa.
Pendidik dalam hal ini bisa orang
tua atau guru yang fungsinya sebagai pengganti orang tuas, membimbing anak yang
belum dewasa mengantarkannya untuk dapat hidup mandiri, agar anak dapat menjadi
dirinya sendiri.
2.
Historis Pendidikan
Indonesia
Pada dasarnya pendidikan di
Indonesia sudah ada sejak jaman dahulu sebelum masuknya peradaban agama Hindu,
Budha, Islam, dan Negara Penjajah baik Belanda maupun Jepang. Hal ini ditandai
dengan pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya, yang tercermin
dalam perbuatan/tingkah-laku rakyat Indonesia yang sangat ramah dan sopan
kepada siapapun. Meski tidak ada struktur yang formal namun proses pendidikan
yang secara langsung diberikan oleh orang tua kepada anaknya muncul dari
kerangka pola pikir yang sangat besar dipengaruhi oleh lingkungan dan masalah
yang sedang dihadapi. Oleh sebab itu muncullah suatu etika yang menjadi warisan
leluhur bangsa.
Perkembangan Agama
Hindu yang sangat pesat di Indonesia menjadi salah satu corak yang berpengaruh
terhadap eksistensi Indonesia di mata Global. Hal ini ditandai dengan adanya
peninggalan-peninggalan sejarah yang memiliki nilai histori yang kuat.
Peninggalan itu juga menjadi salah satu bukti bahwa pendidikan sudah
dilaksanakan dengat suatu sistem yang mulai tertata rapi. Dilihat dari
prasasti, yupa, maupun buku-buku yang bertuliskan huruf pallawa menandakan
bahwa anak-anak pada jaman itu diwajibkan untuk mempelajari huruf pallawa.
Meskipun yang berhak mengenyam pendidikan adalah kalangan brahmana dan waisya
saja, sedangkan untuk kalangan sudra tidak diperkenankan menjadi murid. Bukti
lain, pada zaman pemerintahan Erlangga, telah ada buku-buku tentang filsafat,
sastra, dan hukum yang membuktikan telah adanya guru-guru besar yang umumnya
dari kalangan brahmana.
Perkembangan Agama Buddha juga
menjadi salah satu corak yang sangat memperkaya ragam kebudayaan di Indonesia.
Salah satu peninggalan yang paling terkenal adalah Candi Borobudur (Magelang,
Jawa Tengah). Perkembangan Pendidikan pada jaman ini mulai tampak pada masa
Kerajaan Sriwijaya. Dua guru yang terkenal pada masa itu adalah Darmapala dan
Nalanda. Pada Tahun 685M, I Tsing seorang Budhis dari Cina menerjemahkan 100
buku Budha ke dalam Bahasa Cina. Sejak inilah perkembangan Agama Budha di
Indonesia sangat pesat.
Ajarannya yang sangat mengena
terhadap kodrat kita sebagai manusia. Hal ini dibuktikan dengan adanya
kerajaan-kerajaan Islam yang berkembang tanpa henti mulai dari Samudera Pasai,
Aceh, Demak, Goa-Tallo, Ternate, Tidore, dan masih banyak lainnya. Pendidikan
pada masa ini awalnya muncul sebagai sambilan saat berdagang.
Namun seiring berkembangnya IPTEK maka mulai banyak didirikannya Pondok
Pesantren guna menampung santri-santri yang ingin mempelajari Islam lebih
dalam.
Pada masa Pemerintahan/Penjajahan
Belanda pendidikan terbagi menjadi empat bagian yaitu: pendidikan rendah,
pendidikan menengah, pendidikan kejuruan, dan pendidikan tinggi. Tujuan
Pendidikan pada masa ini adalah untuk memenuhi kebutuhan Belanda yaitu
tersedianya tenaga kerja murah untuk hegemoni penjajah dan untuk menyebarluaskan
kebudayaan berat.
Pada masa Pemerintahan/Penjajahan
Jepang, sistem pendidikan di Indonesia banyak mengalami perubahan. Beberapa
sekolah diintegrasikan karena dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan
bangsa maupun strata sosial. Bahasa pengantar di sekolah menggunakan Bahasa
Indonesia. Tujuan pendidikan disini adalah dihasilkannya tenaga buruh kasar
secara gratis dan prajurit untuk keperluan Jepang
Pada masa kemerdekaan hingga saat
ini Pendidikan di Indonesia mengalami beberapa perubahan diantaranya yaitu:
1)
Pada tahun 1945-1950,
Pendidikan di Indonesia dibedakan menjadi 4 jenjang yaitu:
o Pendidikan Rendah (SR) selama 6 tahun.
o Pendidikan Menengah Umum yang terdiri atas Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), masing-masing selama 3 tahun.
o Pendidikan Kejuruan:
o Kejuruan tingkat pertama terdiri atas: Sekolah Menengah Ekonomi
Pertama (SMEP), Sekolah Teknik (ST), Sekolah Teknik Pertama (STP), Sekolah
Kepandaian Pertama (SKP), Sekolah Guru B (SGB), Sekolah Darurat untuk Kewajiban
Belajar (KPKPKB).
Kejuruan tingkat menengah terdiri atas: Sekolah Teknik Menengah (STM), Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), Sekolah Pendidikan Masyarakat (SPM), Sekolah Menengah Kehakiman Atas (SMKA), Sekolah Guru A (SGA), Sekolah Guru Taman Kanak-kanak (SGTK), Sekolah Guru Kepandaian Puteri (SGKP), Sekolah Guru Pendidikan Jasmani (SGPJ).
Kejuruan tingkat menengah terdiri atas: Sekolah Teknik Menengah (STM), Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), Sekolah Pendidikan Masyarakat (SPM), Sekolah Menengah Kehakiman Atas (SMKA), Sekolah Guru A (SGA), Sekolah Guru Taman Kanak-kanak (SGTK), Sekolah Guru Kepandaian Puteri (SGKP), Sekolah Guru Pendidikan Jasmani (SGPJ).
o Perguruan Tinggi terdiri atas Universitas,
Konservatori/Karawitan, Kursus B-1, dan ASRI.
2)
Pada tahun 1950-1975,
Pendidikan di Indonesia dibedakan menjadi 5 jenjang yaitu:
o Pendidikan Pra Sekolah yaitu Taman Kanak-Kanak.
o Pendidikan Dasar (SD) selama 6 tahun.
o Pendidikan Menengah Umum yang terdiri atas Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), masing-masing selama 3 tahun.
o Pendidikan Kejuruan:
Kejuruan
tingkat pertama terdiri atas:
Sekolah
Menengah Ekonomi Pertama (SMEP), Sekolah Teknik (ST), Sekolah Teknik Pertama
(STP), Sekolah Kepandaian Pertama (SKP), Sekolah Guru B (SGB), Sekolah Darurat
untuk Kewajiban Belajar (KPKPKB).
Kejuruan tingkat menengah terdiri atas:
Kejuruan tingkat menengah terdiri atas:
Sekolah
Teknik Menengah (STM), Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), Sekolah Pendidikan
Masyarakat (SPM), Sekolah Menengah Kehakiman Atas (SMKA), Sekolah Guru A (SGA),
Sekolah Guru Taman Kanak-kanak (SGTK), Sekolah Guru Kepandaian Puteri (SGKP),
Sekolah Guru Pendidikan Jasmani (SGPJ).
o Perguruan Tinggi terdiri atas Universitas, Institut, Sekolah
Tinggi, dan Akademi.
3)
Pada tahun 1978-sekarang,
Pendidikan di Indonesia dibedakan menjadi 5 jenjang yaitu:
o
Pendidikan Pra-Sekolah
yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Taman Kanak-Kanak (TK).
o
Pendidikan Dasar.
o
Sekolah Menengah Umum, SMP
(SLTP), dan SMA (SLTA/SMU).
o
Pendidikan Menengah
Kejuruan:
Tingkat
Pertama : ST, SKKP
Tingkat
Atas : SMK
o
Perguruan Tinggi terdiri
atas Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi, Diploma, dan
Politeknik.
3.
Historis, Filosofis
dan Sosiologis Pendidikan di Indonesia
Landasan sosiologi
mengandung norma dasar pendidikan yang bersumber dari norma kehidupan
masyarakat yang dianut oleh suatu bangsa. Untuk memahami kehidupan
bermasyarakat suatu bangsa, kita harus memusatkan perhatian pada pola hubungan
antar pribadi dan antar kelompok dalam masyarakat tersebut. Untuk terciptanya
kehidupan masyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang
dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan
bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.
Dalam kehidupan
bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh pengikutnya, yaitu:
(1) paham individualisme, (2) paham kolektivisme, (3) paham integralistik.
Paham individualisme dilandasi
teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh
berbuat apa saja menurut keinginannya, asalkan tidak mengganggu keamanan orang
lain. Dampak individualisme menimbulkan cara pandang yang lebih mengutamakan
kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti
ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri, antara anggota masyarakat
satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang
kuat. Paham kolektivisme memberikan kedudukan yang berlebihan
kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah
sebagai alat bagi masyarakatnya. Sedangkan paham integralistik dilandasi
pemahaman bahwa masing-masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu
sama lain secara organis merupakan masyarakat. Masyarakat integralistik
menempatkan manusia tidak secara individualis melainkan dalam konteks
strukturnya manusia adalah pribadi dan juga merupakan relasi. Kepentingan
masyarakat secara keseluruhan diutamakan tanpa merugikan kepentingan pribadi.
Landasan sosiologis
pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang bersumber dari norma
kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaan dan gotong royong, kebersamaan,
musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup
bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan (4) selaras serasi
seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia
tidak hanya meningkatkan kualitas manusia secara orang per orang.
Perkembangan masyarakat
Indonesia dari masa ke masa telah mempengaruhi sistem pendidikan nasional. Hal
tersebut sangatlah wajar, mengingat kebutuhan akan pendidikan semakin meningkat
dan kompleks. Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan untuk menyesuaikan
pendidikan dengan perkembangan masyarakat terutama dalam hal menumbuhkembangkan
Ke-Bhineka tunggal Ika-an, baik melalui kegiatan jalur sekolah (umpamanya
dengan pelajaran PPKn, Sejarah Perjuangan Bangsa, dan muatan lokal), maupun
jalur pendidikan luar sekolah (penataran P4, pemasyarakatan P4 nonpenataran).
Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas
manusia orang per-orang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.
4.
Latar Belakang
Kultural Psikologi Pendidikan
Landasan Pendidikan diperlukan
dalam dunia pendidikan, khususnya di negara Indonesia, setiap Negara
memeiliki landasan pendidikan yang berbeda satu sama lain. Adapun landasan
pendidikan di Indonesia yakni landasan agama (religius), landasan
filosofis, landasan psikologis, landasan historis, landasan
sosiologis dan budaya (sosiokultural), landasan hukum (yuridis), landasan
ekonomi pendidikan, dan landasan ilmiah dan teknologi (IPTEK).
Psikologi berasal dari kata Yunani
“psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara
etimologi psikologi berarti : “ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik
mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya”. Namun pengertian
antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak sama (menurut
Gerungan dalam Khodijah : 2006) karena :
a.
Ilmu jiwa adalah : ilmu
jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu.
b.
Ilmu psikologi adalah ilmu
pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode
ilmiah.
Psikologi Pendidikan adalah ilmu
yang mempelajari tentang perilaku manusia di dalam dunia pendidikan yang
meliputi studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan pendidikan manusia yang tujuannya untuk mengembangkan dan
meningkatkan keefisien di dalam pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses
pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar. Dari dua
definisi ini maka jelas fokus dari psikologi pendidikan adalah proses belajar
mengajar.
Arthur S. Reber mengatakan
bahwa psikologi pendidikan adalah sebuah subdisiplin ilmu psikologi
yang berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal
penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas, pengembangan dan pembaharuan
kurikulum, ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan, sosialisasi proses-proses
dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan ranah kognitif, dan
penyenggaraan pendidikan keguruan. Gloverdan Ronning (dalam Online) psikologi
pendidikan sebagai penerapan ilmu dan metode-metode psikologi untuk studi
perkembangan, belajar, motivasi belajar, pengajaran assesmen dan aspek-aspek
psikologi lainnya yang berkaitan dengan isu-isu yang berpengaruh dan
berinteraksi dengan proses belajar dan pembelajaran.
Pendidikan sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku, tidak akan mungkin dapat dilepaskan dari psikologi.
Karena dalam pendidikan berhubungan erat dengan manusia. Jika kita membicarakan
tentang manusia, maka akan banyak ilmu pengetahuan yang muncul berkaitan dengan
eksistensi manusia.Banyak pengertian psikologi yang dikemukan para ahli yang
masing-masing menekankan pada sudut pandang tersendiri. Perbedaan ini terjadi
disebabkan metode maupun pendekatan yang digunakan para ahli tersebut berbeda
dalam melihat permasalahan dari psikologi itu sendiri.
Jika kita bertanya mengenai lingkup
(scope) psikologi pendidikan, maksudnya bertanya tentang apa saja yang
dibicarakn oleh psikologi pendidikan, maka berdasarkan berbagai buku psikologi
pendidikan akan diperoleh jawaban yang berbeda-beda. Sebagian buku menunjukan lingkup
yang luas, sedangkan buku-buku yang lain menunjukkan ingkup yang lebih sempit
atau terbatas.
Buku yang lingkupnya lebih luas
biasanya membahas selain proses belajar juga membahas tentang perkembangan,
hereditas dan lingkungan, kesehatan mental, evaluasi belajar dan sebagainya.
Sedangkan buku yang lingkupnya lebih sempit biasanya berkisar pada soal proses
belajar mengajar saja. Perbedaan ini sangat dipengaruhi oleh maksud penulis
dalam menulis buku itu. Ada yang bermaksud hanya memberikan pengantar saja,
sehingga pembahasanya mengenai lingkup itu cukup luas, akan tetapi kurang
mendalam. Sebaliknya ada yang lingkup pembahasannya tidak luas, yaitu berkisar
pada proses beljar, akan tetapi pembahasannya cukup mendalam. Jadi, beleh
dikatakan bahwa tidak ada dua buku psikologi pendidikan yang menunjukkan ruang
lingkup materi yang sama benar. Walaupun demikian, pada dasarnya psikologi
pendidikan membahas hal-hal sebagai berikut :
- Hereditas dan Lingkungan
- Pertumbuhan dan Perkembangan
- Potensial dan Karakteristik Tingkah laku
- Hasil Proses Pendidikan dan Pengaruhnya Terhadap Individu yang Bersifat Personal dan Sosial
- Higiene Mental dan Pendidikan dan
- Evaluasi Hasil Pendidikan
Disamping itu perlu diketahui bahwa
banyak buku psikologi pendidikan yang tidak memberi judul buku dengan kata-kata
psikologi pendidikan, padahal buku itu benar-benar buku psikologi pendidikan,
dalam arti buku itu membahas serta mendalami pokok-pokok bahasan tertentu dari
psikologi pendidikan. Maka untuk mendalami psikologi pendidikan tidak senantisa
harus mempelajari buku yang berjudul psikologi pendidikan.
Psikologi Pendidikan
merupakan salah satu cabang psikologi yang secara khusus mengkaji perilaku
individu dalam konteks situasi pendidikan dengan tujuan untuk menemukan
berbagai fakta, generalisasi dan teori-teori psikologi berkaitan dengan
pendidikan, yang diperoleh melalui metode ilmiah tertentu, dalam rangka
pencapaian efektivitas proses pendidikan.Hubungan antara teoritis dan praktis
memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktik pendidikan seyogyanya
berlandaskan pada teori pendidikan. Demikian pula, teori-teori pendidikan
seyogyanya bercermin dari praktik pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam
praktik pendidikan dapat mengimbas pada teori pendidikan. Sebaliknya, perubahan
dalam teori pendidikan pun dapat mengimbas pada praktik pendidikan.
Sumber :
Dalyono M. 2010. Psikologi Pendidikan.
Rineka Cipta : Jakarta.
Hidayanto, DN. 2007. Pemikiran Kependidikan
(dari Filsafat ke Ruang Kelas). Jakarta : LeKDiS
Komar, O. 2006. Filsafat Pendidikan
Nonformal. Bandung : Pustaka Setia
Pidarta, M. 1997. Landasan Kependidikan
(Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia). Jakarta : PT.
Rineka Cipta
Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan.
Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia Jakarta : Rineka Cipta.
Ruswandi, dkk. 2008. Landasan Pendidikan. Bandung
: CV. Insan Mandiri.
Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran
(Berorientasi Standar Proses Pendidikan). Jakarta : Kencana
Prenada Media Group
Suhartono, S. 2007. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta :
Ar-Ruzz Media
Sutikno Sobry. 2008. Landasan pendidikan.
Bandung : Prospect.
Comments
Post a Comment