ANAK BERKEBUTUHAN AUTIS
DISUSUN
OLEH:
NAMA :
NPM :
MK :
DOSEN :
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERTAS ALMUSLIM
BIREUEN
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas
segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak
lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman
kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Bireuen, April 2107
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 1
C. Tujuan.............................................................................................. 2
D. Manfaat............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 3
A. Pengertian Autis............................................................................... 3
B. Penyebab Dari Anak
Autis.............................................................. 3
C. Faktor-Faktor Yang
Melatar Belakangi Anak Autis........................ 5
D. Strategi Visual Untuk
Meningkatkan Komunikasi Dan Atensi
Anak Autis....................................................................................... 7
E. Masalah Anak Autis Di
Sekolah...................................................... 11
BAB III PENUTUP.................................................................................... 13
A. Kesimpulan...................................................................................... 13
B. Saran................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua yang kita lakukan
dapat disebut sebagai perilaku. Senyum, makan, minum, berjalan, menangis, dan
berbicara merupakan salah satu perilaku manusia (behavior). Dalam tahap awal
perkembangan, semua perilaku tersebut diharapkan dan didorong agar muncul pada
tahap perkembangan dan pertumbuhan anak. Sebagian dari perilaku menunjukkan perilaku
yang baik, tepat dan sesuai dengan tahap perkembangannya, tetapi terkadang
sebagian anak menunjukkan perilaku yang bermasalah atau tidak sesuai dengan
tahap perkembangannya.
Istilah autisme
dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner pada 1943. Ada banyak definisi yang diungkapkan
para ahli. Chaplin (2011:46) mengemukakan bahwa autisme merupakan cara berpikir
yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri, menanggapi
dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak realitas, keasyikan
ekstrem dengan pikiran dan fantasi sendiri.
Meskipun penyebab utama
autisme hingga saat ini masih terus diteliti, beberapa faktor yang sampai
sekarang dianggap penyebab autisme adalah: faktor genetik, gangguan pertumbuhan
sel otak pada janin, gangguan pencernaan, keracunan logam berat, dan gangguan
auto-imun. Selain itu, kasus autisme juga sering muncul pada anak-anak yang
mengalami masalah pre-natal, seperti: prematur, postmatur, pendarahan antenatal
pada trisemester pertama-kedua, anak yang dilahirkan oleh ibu yang berusia
lebih dari 35 tahun, serta banyak pula dialami oleh anak-anak dengan riwayat
persalinan yang tidak spontan.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan
yang akan dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Apakah yang dimaksud
dengan autis?
2.
Apakah penyebab dari
anak autis?
3.
Apa saja faktor-faktor
yang melatar belakangi anak autis?
4.
Bagaimana strategi
visual untuk meningkatkan komunikasi dan atensi anak autis?
5.
Bagaimana masalah anak
autis di sekolah?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari
makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui
pengertian autis
2.
Untuk mengetahui
penyebab dari anak autis
3.
Untuk mengetahui
faktor-faktor yang melatar belakangi anak autis
4.
Untuk mengetahui
strategi visual untuk meningkatkan komunikasi dan atensi anak autis
5.
Untuk mengetahui
masalah anak autis di sekolah
D. Manfaat
Adapun manfaat yang
ingin dicapai dalam makalah ini adalah untuk memperluas wawasan yang
berhubungan dengan anak yang berkebutuhan khusus, khususnya pada bagaimana kita
memahami perilaku anak autis dan bagaimana cara melakukan pengobatan bagi anak
autis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Autis
Kata autisme berasal
dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu ‘aut’yang berarti ‘diri
sendiri’ dan ‘ism’ yang secara tidak langsung menyatakan ‘orientasi atau arah
atau keadaan (state). Chaplin (2011:46) mengemukakan bahwa autisme merupakan
cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri,
menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak
realitas, keasyikan ekstrem dengan pikiran dan fantasi sendiri.
Yuwono (2009:24)
mengemukakan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan neorobiologis berat
yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berelasi (berhubungan
dengan orang lain. Penyandang autis tidak dapat berhubungan dengan orang lain
secara berarti, serta kemampuannya untuk membangun hubungan dengan orang lain
terganggu karena ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan mengerti perasaan
orang lain. penyandang autis memiliki gangguan pada interaksi sosial,
komunikasi (baik verbal maupun non verbal), imajinasi, pola perilaku repetitif
dan resistensi terhadap perubahan pada rutinitas.
Berdasarkan dari
definisi diatas, penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa autistic adalah
gangguan perkembangan neorobiologis yang sangat kompleks/berat dalam kehidupan
yang panjang, yang meliputi gangguan pada aspek perilaku, interaksi sosial,
komunikasi dan bahasa serta gangguan emosi dan persepsi sensori dan motoriknya,
gejala autistic muncul pada usia sebelum anak 3 tahun.
B. Penyebab dari Anak
Autis
1.
Ibu yang dingin
Teori ini mengatakan
bahwa sikap ibu yang dingin terhadap kehadiran anaknya menyebabkan anak masuk
kedalam dunianya sendiri sehingga ia menjadi autisme. Namun ternyata anak yang
mendapat kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya terutama ibunya, menunjukan
ciri-ciri autisme. Teori tersebut tidak memberi gambaran secara pasti, sehingga
hal ini mengakibatkan penanganan yang diberikan kurang tepat bahkan tidak
jarang berlawanan dan berakibat kurang menguntungan bagi pekembangan individu
autisme.
2.
Lingkungan
Faktor lain penyebab
autisme pada anak adalah lingkungan. Ibu hamil yang tinggal di lingkungan
kurang baik dan penuh tekanan, tentunya berisiko pada janin yang dikandungnya.
Selain itu lingkungan yang tidak bersih juga dapat mempengaruhi perkembangan
janin dalam kandungan.
3.
Genetik
Lebih kurang 20% dari
kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor genetik. Penyakit genetic yang
sering dihubungkan dengan autisme adalah Tuberous Sclerosis (17-58%) dan
syndrome fragile X (20-30%). Disebut Fragile-X karena secara sito genetik
penyakit ini ditandai oleh adanya kerapuhan (fragile) yang tampak seperti
patahan di ujung akhir lengan panjang kromosom X 4. Sindrom fragile X merupakan
penyakit yang diwariskan secara X-linked (X terangkai) yaitu melalui kromosom
X. Pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti penyakit dengan pewarisan
X-linked lainnya karena tidak bisa digolongkan sebagai dominan atau resesi,
laki-laki dan perempuan dapat menjadi penderita maupun pembawa sifat (carrier).
4.
Usia orangtua
Makin tua usia orangtua
saat memiliki anak, makin tinggi risiko si anak menderita autisme. Penelitian
yang dipublikasikan tahun 2010 menemukan, perempuan usia 40 tahun memiliki
risiko 50 persen memiliki anak autisme dibandingkan dengan perempuan berusia
20-29 tahun.
“Memang belum diketahui
dengan pasti hubungan usia orangtua dengan autisme. Namun, hal ini diduga
karena terjadinya faktor mutasi gen,” kata Alycia Halladay, Direktur Riset
Studi Lingkungan Autismem Speaks.
5.
Pestisida
Paparan pestisida yang
tinggi juga dihubungkan dengan terjadinya autisme. Beberapa riset menemukan,
pestisida akan mengganggu fungsi gen di sistem saraf pusat. Menurut Dr Alice
Mao, profesor psikiatri, zat kimia dalam pestisida berdampak pada mereka yang
punya bakat autisme.
6.
Obat-obatan
Bayi yang terpapar
obat-obatan tertentu ketika dalam kandungan memiliki risiko lebih besar
mengalami autisme. Obat-obatan tersebut termasuk valproic dan thalidomide.
Thalidomide adalah obat generasi lama yang dipakai untuk mengatasi gejala mual
dan muntah selama kehamilan, kecemasan, serta insomnia. Obat thalidomide
sendiri di Amerika sudah dilarang beredar karena banyaknya laporan bayi yang
lahir cacat. Namun, obat ini kini diresepkan untuk mengatasi gangguan kulit dan
terapi kanker. Sementara itu, valproic acid adalah obat yang dipakai untuk
penderita gangguan mood dan bipolar disorder.
7.
Perkembangan otak
Area tertentu di otak,
termasuk serebal korteks dan cerebellum yang bertanggung jawab pada
konsentrasi, pergerakan dan pengaturan mood, berkaitan dengan autisme.
Ketidakseimbangan neurotransmiter, seperti dopamin dan serotonin, di otak juga
dihubungkan dengan autisme.
C. Faktor-Faktor yang
Melatarbelakangi Anak Autis
Saat ini,
sebenarnya penyebab autis pada anak masih belum diketahui dengan
jelas. Sekitar 85% dari kasus autisme yang terjadi ternyata tidak
diketahui penyebabnya atau dikenal sebagai idiopathic autism5. Namun, data
penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik (keturunan) dan faktor lingkungan
memiliki peran penting dalam menyebabkan autisme pada anak.
1.
Faktor genetik
(keturunan)
Para ahli mencurigai
bahwa salah satu faktor risiko autisme adalah genetik (keturunan) karena adanya
peningkatan risiko autisme pada anak jika memiliki saudara penderita autisme.
a.
Pada kembar identik
dengan genetik yang sama, jika salah satunya adalah penderita autisme, sembilan
dari 10 kasus menunjukkan bahwa kembarannya juga akan menderita autis.
b.
Jika seorang anak
menderita autisme, saudaranya diketahui memiliki risiko terkena autisme yang
lebih tinggi.
Namun, faktor genetik secara
spesifik yang merupakan penyebab autis masihlah belum diketahui dengan baik.
Beberapa gen tampaknya terlibat langsung sebagai penyebab autis,
sebagian mungkin mempengaruhi perkembangan otak, dan sebagian lain dapat
mempengaruhi tingkat keparahan gejalanya. Peneliti masih berupaya untuk
mempelajari lebih lanjut faktor genetik serta mekanismenya yang berkaitan
dengan kasus autisme.
2.
Faktor lingkungan
Segala sesuatu di luar
tubuh yang dapat mempengaruhi kesehatan. Beberapa faktor lingkungan yang diduga
berkaitan dengan autisme pada anak adalah kondisi dan sejarah kesehatan
keluarga, usia ayah, paparan racun dan polusi dari lingkungan, infeksi virus,
serta komplikasi saat kehamilan dan kelahiran. Sama seperti faktor genetik,
faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap risiko autisme dan bagaimana
mekanismenya masih dipelajari lebih lanjut.
Meskipun penyebab
autisme pada anak belum diketahui dengan pasti, terdapat beberapa faktor yang
banyak terbukti berkaitan dengan kasus autisme:
a.
Anak laki-laki
diketahui memiliki risiko terkena autisme yang lebih tinggi hingga empat sampai
lima kali apabila dibandingkan dengan anak perempuan.
b.
Seorang anak lebih
berisiko terkena autis jika memiliki saudara penderita autis. Terkadang, anak
dengan autisme memiliki orang tua atau keluarga yang memiliki gangguan kecil
dalam hal kemampuan social dan komunikasi.
c.
Gangguan penyakit
tertentu seperti tumor pada otak, kelainan genetik, gangguan sistem syaraf, dan
epilepsi berkaitan dengan peningkatan risiko autis pada anak. Sekitar 10% dari
anak autis diketahui memiliki gangguan-gangguan penyakit ini.
d.
Usia orang tua yang
lebih tua diduga berkaitan dengan peningkatan risiko autis pada anak.
e.
Konsumsi beberapa jenis
obat saat kehamilan diyakini berkaitan dengan peningkatan risiko autis.
Perlu diketahui bahwa
penelitian mengenai faktor-faktor ini masih terus berlanjut sehingga kepastian
hubungan antara faktor-faktor ini dengan risiko autisme masih dapat berubah.
D. Strategi Visual untuk Meningkatkan Komunikasi
dan Atensi Anak Autisme
Layanan bimbingan bagi
anak autisme, idealnya diberikan dalam bentuk sekelompok penanganan untuk
membantu mereka mengatasi kebutuhan khususnya. Di Amerika Serikat, banyak
bentuk-bentuk pendidikan yang tersedia, antara lain (Siegel, 1996) :
a.
Individual therapy, antara lain melalui penanganan ditempat terapi atau
dirumah (home based therapy dan kemudian homeschooling).
b.
Designated Autismetic
Classses. Salah satu bentuk
transisi dari penanganan individual dibentuk kelas klasikal, dimana sekelompok
anak yang semuanya autisme, belajar bersama-sama mengikuti jenis instruksi yang
khas. Anak-anak ini berada dalam kelompok yang kecil (1-3 anak) dan biasanya
merupakan anak-anak yang masih kecil yang belum mampu imitasi dengan baik.
c.
Ability Grouped Classes. Anak-anak yang sudah dapat melakukan imitasi, sudah
tidak terlalu memerlukan penanganan one-on-one untuk meningkatkan kepatuhan,
sudah ada respons terhadap pujian, dan ada minat terhadap alat permaian,
memerlukan jenis lingkungan yang menyediakan teman sebaya yang secara sosial
lebih baik meski juga memiliki masalah perkembangan bahasa.
d.
Social skill
Development and mixed Disability Classes. Kelas ini terdiri
atas anak dengan kebutuhan khusus, tetapi tidak hanya anak autisme.
Anak autis adalah anak
yang menyelesaikan tugas-tugas yang membutuhkan prosesing informasi sementara
secara berurutan. Sementara itu, anak autis menunjukkan kekuatannya pada
tugas-tugas yang mencakup interpretasi terhadap stimulus yang tidak bersifat
sementara (non transient) yang diproses secara gestalt. Istilah gestalt adalah
interpretasi pesan secara keseluruhan, bukan melalui analisis unsur-unsurnya.
Penelitian menunjukkan
bahwa anak autis mengalami kesulitan dalam mengendalikan perhatian atau
memusatkan perhatiannya sendiri. Keterampilan komunikasi sosial membutuhkan
kemampuan untuk menginterpretasikan interaksi sosial yang mengalir deras dan
dinamis, tetapi anak autis tidak memiliki kemampuan tersebut.
Ada 2 tujuan utama
dalam menanggulangi masalah perilaku sosial anak dari segi komunikasi: menciptakan
lingkungan yang mendukung dan mengembangkan keterampilan alternatif.
Menciptakan lingkungan agar supaya kesulitan perilaku sosial berkurang dan
dapat dilakukan dengan mengembangkan sistem alat peraga visual untuk mendukung
komunikasi, yang terutama difokuskan pada bagaimana caranya memberikan
informasi.
Sebagai tujuan kedua,
mengembangkan keterampilan agar perilaku yang tak disukai ini berkurang,
berlaku untuk anak verbal maun non verbal. Adanya alat peraga visual dapat
membantu anak memfokuskan perhatiannya, menangulangi transisi, menerima
perubahan, mengkomunikasikan keinginan, mengikuti prosedur, dan mengembangkan
ketrampilan lain yang ditujukan untuk mengurangi kesulitan perilaku. Peraga
visual ini dapat digunakan untuk mengajarkan langkah-langkah yang harus
dilakukan untuk melakukan rutinitas kegiatan atau mengajarkan respon yang harus
diberikan terhadap situasi tertentu, agar anak dapat berperilaku lebih baik.
Langkah pertama adalah
mengajarkan anak autis untuk menginterpretasikan visual yang secara alami sudah
ada itu secara akurat. Pendukung lingkungan dapat meningkatkan pengertian anak,
sehingga mengurangi atau mengeliminir masalah perilaku sosial. Jika anak
mengerti apa yang sedang terjadi atau apa yang diharapkan, mereka lebih mampu
menyesuaikan diri dengan harapan tersebut.
Dalam tahap
perkembangan anak autis terdiri dari :
1)
Perilaku sosial
Perilaku sosial
menyebabkan seseorang dapat berhubungan dengan lingkungan dan berinteraksi
dengan orang lain dalam lingkungan sosialnya. Anak non verbal yang menderita
autis sudah dikenal suka menyendiri, mengabaikan orang lain, dan mengalami
masalah dalam berhubungan dengan orang lain secara sosial.
2)
Perilaku kognitif
Kognisi dideskripsikan
dalam hal bagaimana anak menyelesaikan masalah atau menyelesaikan tugas dengan
berpikir. Masih dipertanyakan apakah anak yang intelegensinya lebih tinggi itu
dapat menyelesaikan masalah yang lebih rumit dengan lebih mudah dibandingkan
dengan anak yang intelegensinya rendah. Bahkan anak yang intelegensinya normal
pun sulit memecahkan berbagai masalah yang berbeda-beda.
3)
Perilaku komunikasi
Belajar bahasa berarti
belajar membentuk kata, mempelajari aturan untuk menggabungkan kata-kata itu,
dan tahu tujuan atau alasan menggunakan bahasa tersebut (secara pragmatik).
Pragmatik berarti bagaimana menginterpretasikan dan menggunakan bahasa dalam
konteks sosial, fisik maupun linguistik
4)
Mengerti hubungan sebab
akibat
Pengertian mengenai
hubungan sebab akibat berkaitan dengan apakah anak itu tahu bahwa perilakunya
menimbulkan sesuatu. Kita perlu mencari bukti bahwa anak mengerti mengenai
hubungan sebab akibat dalam kondisi penilaian informal atau waktu pengamatan.
5)
Kemauan berkomunikasi
Mempunyai kemauan untuk
berkomunikasi dengan orang lain seringkali merupakan pekerjaan yang tidak mudah
bagi anak non verbal, karena dalam pendekatan ini, anak tidak pernah memperoleh
kesempatan untuk belajar tukar menukar informasi dalam komunikasi.
6)
Sarana komunikasi
Bagi anak non verbal,
belajar bicara bukanlah sistem komunikasi yang terbaik. Supaya dapat
berkomunikasi melalui bicara, anak harus mampu dan dimotivasi untuk berbicara,
tetapi hal ini tidak dapat dilakukan untuk anak autis. Anak autis non verbal
sulit belajar berbicara, mereka berkomunikasi dalam bentuk lain seperti: saling
memberi tanda tukar menukar gambar papan komunikasi atau dengan komputer.
7)
Sistem komunikasi
alternatif
Penggunaan sandi
sebagai sistem komunikasi, mempunyai berbagai kekuatan maupun kelemahan. Salah
satu kekuatannya, pada tahap awal komunikasi, sandi dapat dibuat oleh orang
tua/guru dan dikombinasikan dengan penguat yang tepat. Sandi dapat
mengekspresikan keinginan anak dengan cepat dan mudah digabungkan satu sama
lain sehingga membentuk kalimat.
8)
Obyek untuk pertukaran
informasi
Memilih obyek yang
diminati anak dapat meningkatkan tahap awal komunikasi anak. Anak autis
seringkali mengunakan obyek secara spontan untuk berkomunikasi tetapi obyek itu
tidak diberikan pada orang tetapi meletakkannya di dekat benda yang
diinginkannya.
9)
Gambar untuk pertukaran
komunikasi
Gambar juga dapat
digunakan untuk berkomunikasi. Si anak diminta untuk mengambil obyek/gambar
kemudian menyerahkannya kepada guru, dan guru mengambil gambar itu dengan benda
yang sebenarnya dan diberikan kepada anak tersebut.
10) Membaca dan penggunaan
komputer untuk berkomunikasi
Hyperleksia atau
kemampuan dapat membaca lebih dari apa yang tertulis berdasarkan kemampuan
kognitifnya, adalah fenomena yang dilaporkan terdapat pada anak autis.
11) Bimbingan komunikasi
Tujuan utama bimbingan
komunikasi adalah melatih anak autis yang non verbal meningkatkan kemampuan
mengekspresikan komunikasinya, atau membantunya berkomunikasi sesuai dengan
keistimewaannya sendiri.
12) Strategi bimbingan
Schopler, dkk (2001)
mengamati anak autis yang bermain di dalam kondisi terstruktur, hasilnya
menunjukkan bahwa kondisi terstruktur memberikan hasil lebih baik yaitu anak
lebih memperhatikan ketika berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain.
Svavasdotir memberikan
sejumlah contoh yang berguna mengenai bagaimana anak berhubungan dengan upaya
komunikasinya di ketiga kelas tersebut sebagai berikut :
1.
Sandi tangan (misalnya
membawa tangan seseorang ke benda yang diinginkan menggapai, menunjuk,
menjatuhkan, tidak mau mengambil benda, membawa seseorang ke benda yang
diinginkan).
2.
Sandi Mata (misalnya
melihat guru, melihat lokasi benda dimana benda yang diinginkan itu berada,
memandangi benda yang diinginkan, tidak mau melihat suatu obyek).
3.
Proximity (misalnya,
mendekati orang yang berkomunikasi dengannya, menjauhkan diri dari benda yang
tak diinginkan, berdiri jauh dari meja, meringkuk sendiri).
E. Masalah Anak Autis
di Sekolah
a.
Perilaku
Adanya perilaku khas
pada anak autisme seringkali membuat para guru dan anak lain dikelas bingung.
Perilaku tersebut sangat tidak wajar dan cenderung mengalihkan perhatian.
Keadaan anak yang cenderung “peka secara berlebihan” (suara, sentuhan, irama)
terhadap stimulus lingkungan juga kerap membuat anak berperilaku tidak menyenangkan.
b.
Pemahaman
Gaya berpikir mereka
yang visual dalam bentuk film/gambar, membuat reaksi mereka lebih lambat dari
pada anak lain, dimana mereka memerlukan jeda waktu sedikit lebih lama sebelum
berespons. Mereka mengalami kesulitan memusatkan perhatian apalagi dengan kelas
yang begitu banyak siswa.
c.
Komunikasi
Sebagian dari anak
autisme, meskipun dapat berbicara menggunakan kalimat pendek dengan kosa kata
yang sederhana. Seringkali mereka bisa mengerti orang lain tapi hanya bila
orang tersebut berbica langsung kepada mereka. Itu sebabnya kadang mereka
tampak seakan tidak mendengar padahal jelas-jelas kita memanggil mereka.
d.
Interaksi
Anak autisme juga
bermasalah pada perkembangan keterapilan sosialnya, sulit berkomunikasi. Tidak
mampu memahami aturan-aturan dalam pergaulan, sehingga biasanya tidak memiliki
banyak teman. Mereka hanya memiliki 1-2 teman yang dapat memberikan rasa aman
kepada mereka.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata autisme berasal
dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu ‘aut’yang berarti ‘diri
sendiri’ dan ‘ism’ yang secara tidak langsung menyatakan ‘orientasi atau arah
atau keadaan (state). penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa autistic adalah
gangguan perkembangan neorobiologis yang sangat kompleks/berat dalam kehidupan
yang panjang, yang meliputi gangguan pada aspek perilaku, interaksi sosial, komunikasi
dan bahasa serta gangguan emosi dan persepsi sensori dan motoriknya, gejala
autistic muncul pada usia sebelum anak 3 tahun.
Untuk mendidik atau
cara pengobatan anak autisme diperlukan kerjasama yang berkesinambungan antara
guru, orang tua dan pihak sekolah. Kontribusi yang perlu dilakukan oleh
masyarakat pendidikan ialah: memberikan kesempatan kepada anak autistik untuk
bersosialisai atau diintegrasikan keseolah umum sesuai dengan potensi dan
kemampuan yang dimiliki. Selain itu, masyarakat juga perlu memberikan informasi
secara jujur dan berimbang atau proporsional tentang dan hasil dan segala
sesuatu yang berkenaan dengan penanganan pendidikan autisme, dan membantu usaha
sosialisasi tentang autisme dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya bagi
masyarakat luas melalui media cetak dan elektronik.
B. Saran
Saran yang berikan
adalah agar penulis, pembaca, dan masyarakat tidak langsung (judge) anak autis
adalah anak yang bodoh, agresif, dan tidak sopan sebelum betul-betul memahami
kondisi anak autis tersebut, dan sebaiknya keluarga dan masyarakat di lingkungannya
lebih memperhatikan tindakan pengobatan bagi anak autis.
DAFTAR PUSTAKA
Chaplin, J. P. (2011). Kamus lengkap
psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.
Suparno, Supartini, E., & Purwandari. (2010).
Pengembangan model modifikasi perilaku sosial melalui media belajar berkonsep
konvergensi bagi anak autis. Jurnal Kependidikan. 40(2),
201-214.
Yuwono, J. (2009). Memahami anak autistic
(kajian teoritik dan empiric). Bandung: Alfabeta.
Comments
Post a Comment