Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Setelah Negara Indonesia merdeka lebih dari enam puluh tahun yang lalu,
Indonesia telah mengalami berbagai peristiwa penting dalam bidang kenegaraan.
Pergolakan masyarakat di daerah, peralihan pemegang kekuasaan pemerintah,
hingga pergantian hukum dasar negara menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dalam sejarah negara ini sejak awal terbentuknya hingga beberapa tahun
terakhir. Salah satu perkembangan yang menonjol dari sudut pandang
ketatanegaraan diawali ketika negara ini mengalami gejolak pasca krisis moneter
yang mengakibatkan tersingkirnya Presiden Soeharto dari tampuk kekuasaan pada
1998. Setelah melewati masa transisi yang dipimpin oleh Presiden B.J. Habibie
selama sekitar dua tahun, tuntutan kebutuhan akan sistem ketatanegaraanyang
lebih baik pun mulai berusaha diwujudkan oleh para petinggi di negara ini.
Tahun 1999 menjadi tonggak yang menyadarkan bangsa Indonesia bahwa ide
penyakralan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(selanjutnya disebut UUD Negara RI Tahun 1945) tidaklah relevan dalam kehidupan
bernegara. Salah satu lembaga negara bantu yang dibentuk pada era
reformasi di Indonesia adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga ini
dibentuk sebagai salah satu bagian agenda pemberantasan korupsi yang merupakan
salah satu agenda terpenting dalam pembenahan tata pemerintahan di
Indonesia. Dengan demikian, kedudukan lembaga negara bantu dalam sistem
ketatanegaraan yang dianut negara Indonesia masih menarik untuk
diperbincangkan. Makalahini akan membahas lebih lanjut mengenai kedudukan
lembaga negara bantu dalam struktur ketatanegaraan RI, tidak hanya ditinjau
dari UUD Negara RI Tahun 1945, tetapi juga berdasarkan berbagai pendapat para
ahli di bidang hukum tata negara, dengan menjadikan KPK sebagai contoh lembaga
negara bantu yang akan dianalisis kedudukannya.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarakan latar belakang diatas maka rumusan
masalh dalam makalah ini antara lain sebagai berikut :
1.
Apa yang
dimaksud dengan lembaga Negara ?
2.
Bagaimanakah
kedudukan KPK di dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia (RI)?
3.
Apa fungsi dan
wewenang KPK?
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah
maka tujuan penulisan makalah ini antara lain :
1.
Dapat
mengetahui yang dimaksud dengan lembaga Negara.
2.
Dapat mengetahui
kedudukan KPK di dalam sIstem ketatanegaraan Republik Indonesia.
3.
Dapat
mengetahui fungsi dan wewenang KPK.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pemahaman Tentang Lembaga
Negara
Lembaga negara terkadang disebut dengan istilah lembaga pemerintahan,
lembaga pemerintah nodepartemen, atau lembaga negara saja. Ada yang dibentuk
berdasarkan atau karena diberi kekuasaaan oleh Undang-Undang Dasar, ada pula
yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaanya dari Undang-Undang, dan bahkan ada
pula yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden. Hierarki atau ranking
kedudukanya tentu saja tergantung pada derajat pengaturanya menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Lembaga negara yang diatur dan dibentuk oleh Undang-Undang Dasar merupakan
organ konstitusi, sedangkan yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang merupakan
organ undang-undang, sementara yang hanya dibentuk karena Keputusan Presiden
tentunya lebih rendah lagi tingkatan dan derajat perlakuan hukum terhadap
pejabat yang duduk di dalamnya. Demikian pula jika lembaga dimaksud dibentuk
dan diberi kekuasaan berdasarkan peraturan daerah, tentu lebih rendah lagi
tingkatannya.
Karena warisan sistem lama, harus diakui bahwa di tengah masyarakat kita
masih berkembang pemahamannya yang luas bahwa pengertian lembaga negara
dikaitkan dengan cabang-cabang kekuasaan tradisional legislatif, eksekutif dan
yudikatif. Lembaga negara dikaitkan dengan pengertian lembaga yang berada di
ranah kekuasaaan legislatif disebut lembaga legislatif, yang berada di ranah
eksekutif disebut lembaga pemerintah, dan yang berada di ranah judikatif
disebut sebagai lembaga pengadilan.
Oleh karena itu, sebelum perubahan UUD1945, biasa dikenal adanya istilah
lembaga pemerintah, lembaga departemen, lembaga pemerintah nondepartemen,
lembaga negara, lembaga tinggi negara, dan lembaga tertinggi negara. Dalam
hukum tata negara biasa dipakai pula istilah yang menunjuk kepada pengertian
yang lebih terbatas, yaitu alat perlengkapan negara yang biasanya dikaitkan
dengan cabang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudisial.[[6]]
Salah satu konsekuensi dari dilakukannya perubahan terhadap UUD Negara RI
Tahun 1945 adalah munculnya beragam penafsiran mengenai istilah lembaga
Negara akibat kekurang jelasan UUD Negara RI Tahun 1945 dalam mengatur lembaga
negara. Hal ini dapat terlihat dari tiadanya kriteria untuk menentukan apakah
suatu lembaga dapat diatur atau tidak dalam konstitusi.
Dari berbagai penafsiran yang ada, salah satunya adalah penafsiran yang
membagi lembaga negara menjadi lembaga negara utama (state
main organ) dan lembaga negara bantu (state auxiliary organ).
Lembaga negara utama mengacu kepada paham trias politica yang memisahkan
kekuasaan menjadi tiga poros (eksekutif, legislatif, dan yudikatif).
Denganmenggunakan pola pikir ini, yang dapat dikategorikan sebagai lembaga
negara utama menurut UUD Negara RI Tahun 1945 adalah MPR, Presiden dan Wakil
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan
Komisi Yudisial (KY). Dengan demikian, lembaga-lembaga lain yang tidak termasuk
kategori tersebut merupakan lembaga negara bantu. Setelah memahami apa itu
lembaga negara, dilanjutkan dengan membahas pengertian lembaga
negara bantu dan bagaimana kedudukanya dalam sistem ketatanegaraan republik
Indonesia.[[7]]
2.2
Kedudukan KPK Sebagai Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik
Indonesia
Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara
yang bersifat independen dan berkaitan dengan kekuasaan kehakiman tetapi
tidak berada di bawah kekuasaan kehakiman. Dalam hal ini juga di tegaskan
terkait status keberadaan sebuah lembaga negara, Mahkamah
Konstitusi menyatakan bahwa dalam sistem ketatanegaraan Indonesia,
istilah “lembaga negara” tidak selalu dimasukkan sebagai lembaga negara yang
hanya disebutkan dalam Undang - Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 saja, atau yang dibentuk berdasarkan perintah
konstitusi, tetapi juga ada lembaga negara lain yang dibentuk dengan dasar
perintah dari peraturan di bawah konstitusi, seperti Undang Undang dan
bahkan Keputusan Presiden (Keppres).
Salah satu hasil dari Perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD Negara RI Tahun 1945) adalah beralihnya supremasi
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi supremasi
konstitusi. Akibatnya sejak masa reformasi, Indonesia tidak lagi
menempatkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara sehingga semua lembaga negara
sederajat kedudukannya dalam sistem checks and balances. Hal ini merupakan
konsekuensi dari supremasi konstitusi, dimana konstitusi diposisikan sebagai
hukum tertinggi yang mengatur dan membatasi kekuasaan
lembaga-lembaga penyelenggara Negara.
Perkembangan konsep trias politica juga turut memengaruhi
perubahan struktur kelembagaan di Indonesia. Di banyak negara, konsep klasik
mengenai pemisahan kekuasaan tersebut dianggap tidak lagi relevan karena tiga
fungsi kekuasaan yang ada tidak mampu menanggung beban negara dalam
menyelenggarakan pemerintahan. Untuk menjawab tuntutan tersebut, negara
membentuk jenis lembaga negara baru yang diharapkan dapat lebih responsif dalam
mengatasi persoalan aktual negara. Maka, berdirilah berbagai lembaga negara
bantu dalam bentuk dewan, komisi, komite, badan, ataupun otorita, dengan
masing-masing tugas dan wewenangnya. Beberapa ahli tetap mengelompokkan lembaga
negara bantu dalam lingkup eksekutif, namun ada pula sarjana yang
menempatkannya tersendiri sebagai cabang keempat kekuasaan pemerintahan.
Dalam konteks Indonesia, kehadiran lembaga negara bantu menjamur pasca
perubahan UUD Negara RI Tahun 1945. Berbagai lembaga negara bantu tersebut
tidak dibentuk dengan dasar hukum yang seragam. Beberapa di antaranya berdiri
atas amanat konstitusi, namun ada pula yang memperoleh legitimasi berdasarkan
undang-undang ataupun keputusan presiden. Salah satu lembaga negara
bantu yang dibentuk dengan undang-undang adalah Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Walaupun bersifat independen dan bebas dari kekuasaan manapun, KPK tetap
bergantung kepada kekuasaan eksekutif dalam kaitan dengan masalah
keorganisasian, dan memiliki hubungan khusus dengan kekuasaan yudikatif dalam
hal penuntutan dan persidangan perkara tindak pidana korupsi.
Kedepannya, kedudukan lembaga negara bantu seperti KPK membutuhkan
legitimasi hukum yang lebih kuat dan lebih tegas serta dukungan yang lebih
besar dari masyarakat.
Lembaga ini juga dibentuk sebagai salah satu bagian agenda
pemberantasan korupsi yang merupakan salah satu agenda terpenting dalam pembenahan
tata pemerintahan di Indonesia. Dengan demikian, kedudukan lembaga negara bantu
dalam sistem ketatanegaraan yang dianut negara Indonesia masih menarik untuk
diperbincangkan.
2.3 Fungsi dan Wewenang KPK
Komisi pemberantasan korupsi ini dibentuk berdasarkan
Undang-undang No. 30 tahun 2002 tentang komisi
pemberantasan tindak pidana korupsi pasal 1 undang-undang
ini menentukan bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan serangkaian
tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya
koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan dengan peran serta masyarakat berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tindak pidana korupsi itu sendiriri
adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 31
tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi sebagaimana telah di ubah dengan
Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang no 31
tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Setiap
penyelenggara negara seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang No 28 tahun 1999
tentang penyelanggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan
nepotisme diharapkan dapat di bebaskan dari segala bentuk perbuatan yang tidak
terpuji ini, sehingga terbentuk aparat dan aparatur penyelenggara negara yang
benar benar bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Dengan
Undang-Undang No.32 tahun 2002 ini, nama komisi pemberantasan tindak
pidana korupsi selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) status
hukum komisi ini secara tegas ditentukan sebagai lembaga negara yang dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun pembentukan komisi ini bertujuan untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang
sudah berjalan sejak sebelumnya.
Adapun tugas,
wewenang dan kewajibannya adalah sebagai berikut:
a.
Tugas KPK
1.
Koordinasi
dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
2.
Supervisi
terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
3.
Melakukan
penyelidikan, penyidikan,dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
4.
Melakukan
tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
5.
Melakukan
monitoring terhadap penyelenggaraan negara.
b.
Wewenang KPK
1.
Mengkoordinasikan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi.
2.
Menetapkan
sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.
3.
Meminta informasi
tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang
terkait.
4.
Melaksanakan
dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melaksanakan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
5.
Meminta laporan
instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
c.
Kewajiban
1.
Memberikan
perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun
memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi.
2.
Memberikan
informasi terhadap masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan untuk
memperoleh data lain yang berkaitan dengan hasil penuntutan tindak pidana
korupsi yang ditanganinya.
3.
Menyusun
laporan tahunan dan menyampaikan kepada presiden RI, DPR RI, dan Badan
Pemeriksa Keuangan.
4.
Menegakkan
sumpah jabatan.
5.
Menjalankan
tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya berdasarkan azas-azas yaitu (azas
kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan
proporsionalitas).
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lembaga negara terkadang disebut dengan istilah lembaga pemerintahan,
lembaga pemerintah nodepartemen, atau lembaga negara saja. Ada yang dibentuk
berdasarkan atau karena diberi kekuasaaan oleh Undang-Undang Dasar, ada pula
yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaanya dari Undang-Undang, dan bahkan ada
pula yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden. Hierarki atau ranking
kedudukanya tentu saja tergantung pada derajat pengaturanya menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara
yang bersifat independen dan berkaitan dengan kekuasaan kehakiman tetapi
tidak berada di bawah kekuasaan kehakiman. Dalam hal ini juga di tegaskan
terkait status keberadaan sebuah lembaga negara, Mahkamah Konstitusi menyatakan
bahwa dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, instilah “lembaga negara” tidak
selalu dimasukkan sebagai lembaga negara yang hanya disebutkan dalam
Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 saja,
atau yang dibentuk berdasarkan perintah konstitusi, tetapi juga ada lembaga
negara lain yang dibentuk dengan dasar perintah dari peraturan di bawah
konstitusi, seperti Undang Undang dan bahkan Keputusan Presiden
(Keppres). Sedangkan, ada yang berpendapat bahwa keberadaan Komisi
Pemberantasan Korupsi adalah ekstra konstitusional adalah keliru. Karena,
keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara tegas diatur dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
sebagai bentuk politik hukum pemberantasan korupsi di tanah air. Dengan
demikian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga pemberantas korupsi
yang kuat bukan berada di luar sistem ketatanegaraan, tetapi justru ditempatkan
secara yuridis di dalam sistem ketatanegaraan yang rangka dasarnya sudah ada di
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie.Jimly , Pengantar Ilmu Hukum
Tata Negara Jilid I (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hal. 2-3
Asshiddiqie.Jimly, Perkembangan &
Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sinar Grafika, (Jakarta Timur,
Mei 2010), Hlm 193-196
Asshiddiqie.Jimly, Perkembangan &
Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sinar Grafika, (Jakarta Timur,
Mei 2010), Hlm 37
Comments
Post a Comment