Analisis Gempa Bumi Pidie Jaya
Pada
tanggal 7 Desember 2016, sebuah gempa bumi berkekuatan 6,5 Skala Richter mengguncang
Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, Indonesia, pada pukul 5.03.36 Waktu Indonesia
Barat. Pusat gempa berada di koordinat 5,25 LU dan 96,24 BT, tepatnya di darat
pada jarak 18 kilometer tenggara Sigli, Pidie dan 2 kilometer utara Meureudu,
Pidie Jaya pada kedalaman 15 km. Pusat gempa yang berada di daratan menyebabkan
gempa bumi ini tidak menimbulkan tsunami. Gempa juga terasa di kabupaten
tetangga seperti Pidie, Bireuen, hingga sampai ke Banda Aceh, Langsa, dan Pulau
Simeulue. Gempa ini merupakan dampak dari aktivitas sesar aktif di kawasan
tersebut. Pergerakan sesar aktif itu bersifat mendatar dan mengenan (dekstral).
Sumber : Google |
Guncangan gempa terasa
di Pidie dan Jaya sekitar 10–15 detik. Guncangan gempa juga terasa hingga
seantero Aceh. Karena pusat gempa yang
berada di daratan, Geofisika menyatakan gempa ini tidak memicu tsunami. Menurut Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan
Bencana Wisnu Widjaja, energi guncangan gempa ini setara dengan energi yang
dilepaskan Hiroshima di Jepang pada tahun 1945. Sementara, Kepala Badan Geologi dari Kementrian Energi dan Sumber Daya
Mineral Ego Syahrial menyatakan bahwa wilayah Pidie Jaya dan
sekitarnya masuk ke dalam zona merah yang rawan terjadi gempa
Beberapa
jam setelah gempa, laporan kerusakan bangunan mulai tersebar, termasuk melalui
media sosial. Laporan terdiri dari runtuhnya sebuah masjid di Samalanga, Bireuen; bangunan minimarket dan stasiun
pengisian bahan bakar di Pidie Jaya yang roboh; serta terbelahnya badan jalan
di daerah setempat. Wilayah Pidie Jaya dan Pidie juga sempat mengalami
pemadaman listrik, telepon, dan sinyal komunikasi setelah gempa. Hingga 9 Desember 2016, BNPB mencatat 11.730 rumah rusak akibat
gempa. Selain itu, tercatat 105
unit ruko roboh, 14 masjid rusak berat, satu rumah sakit rusak berat, dan satu
unit sekolah roboh. Lebih dari 100 kali gempa susulan terjadi pasca gempa,
dengan kekuatan terbesar mencapai 5.0 SR pada 7 Desember 2016. BMKG
sendiri sempat meralat kekuatan gempa yang sebelumnya 6.4 SR menjadi 6.5 SR.
Adapun
rincian data gempa susulan ini adalah sebagai berikut: Rabu (7/12) terjadi 58
kali, Kamis (8/12) terjadi 21 kali, Jumat (9/12) terjadi 10 kali, Sabtu (10/12)
terjadi 7 kali, Minggu (11/12) terjadi 6 kali, Senin (12/12) terjadi 2 kali,
Selasa (13/12) terjadi 1 kali, dan Rabu (14/12) baru terjadi 3 kali. Gempa
susulan terbaru hari ini terjadi pukul 18.07.06 WIB dengan kekuatan magnitudo
2,8.m Bupati Pidie Jaya Aiyub Abbas menyatakan
bahwa sekitar 30% wilayah Pidie Jaya terdampak kerusakan gempa ini. Aiyub yang
pada saat gempa berada di Istana Negara di
Jakarta untuk melakukan kunjungan kerja segera
kembali ke Pidie Jaya untuk melakukan pemantauan pasca gempa
Sedikitnya 104 orang meninggal
dunia akibat gempa ini. Data dari BNPB menunjukkan jumlah korban meninggal
terbanyak berasal dari Kabupaten Pidie Jaya dengan 97 korban. Selain itu, terdapat 139 orang luka
berat, 718 orang luka ringan, serta 43.529 orang yang mengungsi. Korban yang
mengalami luka-luka dirawat di empat rumah sakit, dua di antaranya berada di
Bireuen dan Sigli, Pidie. Sementara, Indonesia mendirikan
rumah sakit sementara di Pidie Jaya untuk mengoptimalkan penanganan korban luka.
Sumber : Google |
Adanya tekanan dari zona
subduksi atau penunjaman di selatan Sumatera memberikan gaya tekan yang kuat ke
daerah permukaan dan akibatnya membentuk sesar-sesar yang aktif, gempa terjadi
akibat pergerakan dari sesar-sesar ini. Guncangan gempa terasa kuat di daerah
ini, karena di wilayah dekat pusat gempa tersusun oleh batuan yang tidak
kompak. Gelombang gempa merambat lebih cepat pada batuan kompak dan melambat
ketika melewati batuan yang lepas-lepas. Ketika melewati daerah dengan batuan
yang lepas-lepas, amplitudo gelombang gempa akan membesar untuk bisa
merambatkan energi yang sama, sehingga getaran yang dirasakan pada daerah ini
lebih kuat. Getaran yang kuat dari gempa bumi ini juga bisa menimbulkan longsoran.
Anggota tim revisi peta gempa
nasional ini menjelaskan, pergerakan sesar yang bersifat mendatar dan terjadi
di kedalaman yang dangkal, membuat gempa ini tidak berpotensi menimbulkan
tsunami. Akan tetapi, gempa yang terjadi ini bersifat merusak, terutama
disebabkan oleh kedalamannya yang dangkal dan terjadi di kawasan pemukiman
padat penduduk. Meskipun tidak berpotensi tsunami, pakar gempa dari UGM, Dr.
Gayatri Indah Marliyani, S.T., M.Sc, meminta masyarakat untuk tetap waspada dan
mengantisipasi kejadian gempa susulan, walaupun gempa susulan yang terjadi
memiliki kekuatan yang lebih kecil dan akan terus menurun.
Comments
Post a Comment