Menanti pelangi di ufuk senja
Terkadang kita harus belajar menerima keadaan yang tidak
kita inginkan layaknya air yang mengalir. Mencoba tersenyum di saat kegagalan
dan kekecewaan mengham
piri hari-hari yang kita lalui. Walau terkadang terasa
berat dan sakit, tetapi semua harus kita ikhlaskan. Dan seperti itulah
hari-hari yang dijalani Tiara, gadis remaja yang baru saja lulus SMA ini. Hidup
sebatang kara tidak membuatnya berputus asa.
www.google.go.id |
Orang tua Tiara meninggal
ketika Ia masih duduk di bangku SD dalam sebuah kecelakaan motor, awalnya Ia
tinggal bersama sang nenek yang sehari-hari bekerja sebagai penjual kue. Tetapi
ketika Tiara masih kelas 1 SMA, neneknya meninggal dunia. Ayah Tiara adalah
anak tunggal sang nenek. Sedangkan keluarga ibunya berada jauh di Lampung, dan
karena kemiskinan membuatnya tidak pernah berkunjung kesana sehingga membuatnya
tidak mengenal mereka. Bahkan ketika orangtuanya meninggal tidak ada yang
memberitahukan keluarga disana.
“Tiaraaaaaaaaaa!!!!!!!!!!”
suara Ny. Misbah kepala dapur tempat Tiara bekerja sebagai pelayan di restoran
tersebut.
“Ya Bu, ada apa ?” Tanya
Tiara yang terlihat ngos-ngosan berlari dari arah dapur.
“Kamu kerja yang benar
bisa gak? Tadi ada tamu yang melapor kalau kamu menumpahkan makanan ke atas
meja mereka. Kalau begini bisa hilang pelanggan kita tau gak?”
“Maaf Bu, tapi tadi itu
saya benar-benar tidak sengaja Bu. Anak orang itu berlarian kemana-mana dan
menabrak saya yang sedang membawa makanan, makanya makanannya tumpah Bu.”
“Saya tidak mau dengar
alasan kamu, kalau sekali lagi kamu seperti itu, saya tak segan-segan memecat
kamu. Mengerti?”
“Iya Bu, maaf !”
“Sekarang kembali ke
belakang?”
Kerasnya hidup sudah tidak
jadi masalah lagi baginya. Dia sudah merasakan asam garam kehidupan. Caci maki
dan hinaan sudah menjadi makanannya sehari-hari. Tetapi di balik semua itu,
Tiara memiliki banyak teman-teman yang membuatnya tidak merasa kesepian walau
ia tidak memiliki keluarga. Reza, Tina, Mbak Yuyun, Fita dan Mas Dion adalah
sahabat-sahabat yang sudah seperti keluarganya sendiri.
♥ ♥ ♥
Adakalanya kita harus melakukan banyak hal secara
bersama-sama sehingga membutuhkan orang lain dalam hidup ini. Kehidupan yang
dijalani dengan kebersamaan dan rasa kekeluargaan akan menjadikan segala hal
menjadi mudah dan indah.
Suasana pagi selalu
membawa suasana yang berbeda bagi Tiara, pagi selalu bisa menumbuhkan semangat
baru untuk menjalani kerasnya suasana kota. Setelah sarapan dan membereskan
rumah, Tiara bersiap-siap berangkat kerja. Sudah dua bulan ini dia bekerja di sebuah
restoran “Nikmat” yang terletak tidak begitu jauh dari pusat kota. Hidupnya
yang sebatang kara mengubur cita-citanya untuk kuliah dan terpaksa bekerja
mencari sesuap nasi. Sewaktu masih SMA dia sekolah sambilan bekerja di kantin
sekolah bersama Mbak Yuyun tetangganya yang begitu baik. Namun setamat SMA dia
memutuskan berhenti dan melamar kerja di restoran tempatnya bekerja sekarang.
Pengalaman di kantin, memudahkannya di terima bekerja disana.
“Semoga hari ini lebih
baik dari kemarin, Alhamdulillah, You was gift me a life again today.” Ucap
Tiara dalam hati seraya berjalan menuju halte Bus yang akan membawanya ke
tempat bekerja.
Setengah tujuh masih
terlalu pagi sehingga memudahkan Tiara untuk berjalan santai dan tidak
buru-buru. Suasana bus yang penuh dan bau apek sudah biasa baginya,
“Gak usah bayar lagi non,
udah ada yang bayar untuk nona.” Kata kernet bus saat Tiara hendak menyerahkan
uang.
Sejurus kemudian dengan
sigap dia melihat kiri-kanan untuk mencari seseorang yang telah membayar
tersebut, hanya sepersekian detik kemudian dia telah menemukan orang tersebut
sedang tersenyum lebar ke arahnya dari bangku paling belakang, setelah itu
bangkit menuju ke arahnya.
“ Rezaa, udah berapa kali
sih aku bilang jangan terlalu sering bayarin ongkos bus aku.” Seru Tiara yang
emang udah disangkanya dari pertama.
“Aku ajak naik motorku pun
kamu gak pernah mau, aku aja yang naik bus bareng kamu.” Jawab Reza sekenanya.
“Eh BTW gak kul ni?
Pagi-pagi udah kemari.”
“Lagi kosong hari ini,
bosen di rumah makanya ikut kamu aja, boleh kan?” kata Reza seraya mengedipkan
mata yang membuat Tiara melayangkan tangannya mendorong bahu Reza seraya
tertawa garing.
“Kalaupun aku bilang gak
kamu juga udah ada disini kan?”
“Hehe,”
Reza adalah sahabat yang
paling dekat dengan Tiara, Mereka sudah berteman sejak SMP. Meskipun Reza
berasal dari keluarga kaya, namun tidak menghalangi persahabatan mereka.
Terlahir dengan kehidupan yang serba mewah tidak membuatnya sombong. Dia lebih
tertarik bergaul dengan orang seperti Tiara daripada berteman dengan anak kaya
yang sombong dan hanya hafal merek baju yang sedang trendy.
Seperti biasa, saat Tiara
sedang bekerja, Reza menungguinya di bengkel mas Dion yang tak jauh dari
Restoran. Bengkel tersebut sudah menjadi tempat tongkrongan mereka dari dulu
karena jaraknya tidak begitu jauh dari sekolah mereka. Lagian mas Dion orangnya
sangat bersahabat sehingga mereka begitu betah berlama-lama disana.
“Setia banget nunggu
pujaan hatinya ya Za?” Celutuk mas Dion dari bawah mobil yang sedang di
perbaikinya.
“Apaan sih mas, yang
gak-gak aja.”
“Udah gak usah
malu-malu.....”
“Malu kenapa tu Mas ?”
Tanya Tiara yang tiba-tiba sudah ada disamping Reza.
“eh
Ra, anu….. Gak ada apa-apa kok
Ra, Mas Dion lagi ngaco tu. Udah pulang ya?” jawab Reza mengalihkan
pembicaraan.
“Udah ni, kan udah jam
setengah 4.” Kata Tiara seraya duduk di bangku panjang di samping mas Dion
bekerja.
“Capek Ra?” Tanya Reza
sambil menyodorkan sebotol minuman sambil menatap iba pada sahabat yang
diam-diam dicintainya itu.
“Lumayan lah, tapi yang
buat aku kesal bu Misbah itu lhoo, cerewetnya minta ampuuun. Masak cuma
gara-gara kesenggol dia dikit aja udah merepet tujuh keliling.” Keluh Tiara
yang membuat Reza semakin iba.
“Oh itu orang kurang waras
Ra, kemarin itu dia kemari perbaiki sepeda motornya aja udah kena ceramah mas
sama dia, seolah-olah dia lebih mengerti mesin ketimbang kita yang emang udah
pekerjaannya.” Cerocos Mas Dion sambil berkacak pinggang ikut-ikutan kesal.
“Daripada merepet sama
nyonya itu, mending kita shalat dulu yuk! Lagi pada belum shalat kan ?”
“Iya ni Za, yaudah ke
masjid yuk.”
♥ ♥ ♥
Suasana sore yang habis disirami hujan memiliki keindahan
tersendiri untuk melepas lelah setelah seharian bekerja. Secercah warna pelangi
tampak menghiasi langit senja. Di pinggiran sungai kecil dekat perkampungan,
Tiara dan Reza terlihat sedang menikmati senja dengan sang pelangi yang
menghiasinya.
“Dulu ketika masih kecil,
bapak sering banget bawa aku kemari. Dia bilang hidup ini seperti senja ini,
bagi orang yang pesimis dia akan menganggap senja itu sebagai pertanda
kegelapan malam akan segera tiba. Sedangkan bagi mereka yang optimis akan
menilai sebagai tanda menutup lelah disiang hari dan akan tergantikan dengan
indahnya malam dengan cahaya rembulan dan bintang-bintang. Dan seperti itulah
kehidupan ini.” Kisah Tiara sambil memandangi pelangi.
“Awalnya aku gak pernah
mengerti maksudnya, bapak bilang suatu hari nanti aku akan mengerti dan Dia
meminta aku berada dibagian kedua dalam memaknai senja. Aku menyukai senja ini
karena aku bisa merasa dekat dengan bapak, ibu dan nenek. Allah mengambil
mereka di kala waktu senja.” Sambungnya, pikirannya menerawang ke masa lalu.
Reza hanya diam mendengarkan.
“Dan sekarang kamu jadi
pelangi di langit senja itu, memberi warna yang berbeda di tengah-tengah
penatnya kehidupan, indah dan mengagumkan.” Tambah Reza membuyarkan lamunan
Tiara dan menatap lekat-lekat Reza, yang ditatap malah tersenyum.
“Kamu tegar dan kuat
bahkan selalu punya semangat yang menggebu-gebu yang tidak di miliki anak lain
seusiamu termasuk aku.”
Perbincangan sore itu
diakhiri setelah langit sudah semakin gelap. Setelah mengantar Tiara pulang,
Reza bergegas pulang ke rumah agar sempat shalat magrib di rumah. Sudah menjadi
kebisaannya shalat magrib bersama keluarganya, berbanding terbalik dengan Tiara, dia hidup di tengah-tengah keluarga yang
masih utuh. Ayah, bunda, seorang kakak dan dua orang adik membuat keluarganya
terlihat sempurna. Apalagi Dia satu-satunya anak laki-laki di rumah itu
menjadikannya selalu menjadi pusat perhatian orangtuanya. Tetapi semenjak
mengenal Tiara, Dia menjadi lebih mandiri dan tidak suka merengek serta selalu
bersyukur atas apa yang dimilikinya. Orangtua Reza tidak mempermasalahkan persahabatan mereka.
Lagian kehadiran Tiara dalam kehidupan Reza membawa dampak positif bagi Reza.
♥ ♥ ♥
“Aku bosan kerja di sini
Ra, Bu Misbah tu merepetnya bikin pekik telingaku. Lama-kelamaan kita bisa
stress kalo disini trus Ra.” Keluh Fita, teman kerjanya Tiara di restoran
tersebut.
“Sabar aja dulu Fit,
lagian kita belum punya pekerjaan yang lain. Apalagi aku, mau makan apa aku kalo
gak kerja lagi disini?” kata Tiara menerangkan.
“Iya juga sih Ra.”
“Yaudah, kerja lagi yuk.
Jangan banyak ngeluh lagi nanti masuk si mulut ember di semprot lagi kita.”
“Hehe, Iya juga tu Ra !”
Menghabiskan hari-harinya
untuk bekerja sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Walau terkadang bosan,
mereka sudah tidak mengeluh lagi. Karena memang tuntutan hidup memaksa mereka
untuk menerima takdir. Mereka sering menghibur diri dengan candaan ringan yang
bisa membuat mereka tertawa di sela-sela pekerjaan yang melelahkan.
♥ ♥ ♥
“Lhoo, itukan restoran
tempat Tiara kerja, tau-tau disini aku suruh atur acaranya siang sama papa, kan
bisa ketemu Tiara kalau gitu. Lagian udah seminggu gak ketemu si mata pelangi
senjaku itu, jadi kangen.” Kata Reza dalam hati sambil tersenyum-senyum
membayangkan Tiara ketika papanya memberitahukan tempat mereka berkumpul
bersama keluarga besarnya nanti malam
“Ahaa,
aku telpon aja dia dulu ya, kan jam segini udah pulang dia.”
Namun
berulang kali di telpon, tak ada jawaban dari Tiara. Melihat sang adik
berputar-putar sambil sesekali memencat handphonenya membuat Rani keheranan.
“Telpon
siapa sich Za? Kek orang kesusahan gitu. Tiaraaa ya ?” kata Rani yang membuat kikuk Reza.
“Hehe,
iya ni kak, dari tadi Reza telpon gak di angkat-angkat. Ntah kemana pula dia.
Padahal Reza cuma mau kasih tau kalau nanti malam kita kumpul di restoran
tempat dia kerja.” Terang Reza pada sang kakak.
“Waah
kebetulan nih, bisa kenal sama adik ipar.” Canda Rani yang membuat raut wajah
Reza jadi merah karena malu
“Apaan
sih kak, kami itu hanya sebatas teman biasa aja kok kak. Dia kerjanya siang
kak, jadi gak ada kalau malam.”
“Jadi
gagal ni ceritanya ketemu adik ipar?” Sambung Rani lagi membuat Reza tambah
kikuk.
“Kaaak,
dia teman Reza kak. Bukan pacar!”
“Tapi
kamu sukaa kan? Hayoo ngaku….”
“Kakaaak…!”
“Hehe,
kalau emang udah jelas-jelas suka kenapa gak di ungkapin adikku?”
“Hmm,
gak tau lah kak. Reza takut aja dia ga suka
sama Reza. Soalnya sikap dia biasa-biasa aja kak sama Reza.”
“Apa
salahnya di coba, daripada nanti di ambil orang.”
“Yaaah
kak, jangan bilang gitu dong. Bikin takut aja”
“Makanya
ungkapin terus perasaannya”
“Tapi…”
“Tapi
apa ? Mau tunggu Tiara jadi milik orang lain. Cinta itu jangan dipendam-pendam
nanti makan hati lho. Kakak gak mau lihat adik kakak yang masih kek anak kecil
ini padahal udah kuliah sakit hati. Pokoknya terus terang aja dulu. Soal
diterima atau gak itu urusan belakang.”
Bukan
hal yang aneh lagi kalau Rani tau kalau Reza suka sama Tiara. Semua orang di
rumahnya juga tau itu. Meski belum mengenal orangnya yang mana, tetapi nama
Tiara sudah sangat familiar bagi keluarga Reza. Karena begitu seringnya dia
bercerita tentang gadis itu.
“Tiara
itu orangnya Rajin Maa.”
“Tiara
itu gak gampang menyerah.”
“Kamu
harus mandiri Lia, Mely. Contoh kak Tiara.”
“Aku
belum pernah ketemu orang yang kek Tiara.”
“Dia
pinter masak lho kak.”
♥ ♥ ♥
Hari ini Tiara harus
lembur bekerja karena ada sebuah keluarga yang menyewa restoran tersebut untuk
acara kumpul bersama keluarga besarnya. Katanya keluarga tersebut merupakan
orang dekat pemilik restoran dan termasuk orang ekonomi level tinggi. Jadi tak
heran kalau pemilik restoran itu sendiri yang turun tangan mengontrol persiapan
acara tersebut. Dan hal itu juga yang membuat Tiara dan yang lainnya sedikit
lega karena tak harus mendengar ocehan Bu Misbah. Pak Rudi sang pemilik
restoran sangan rendah hati dan santun.
Sekitar jam 6 sore semua
persiapan telah selesai, ketika jam istirahat Tiara menyempatkan diri ke bengkel
yang juga sekaligus rumah Mas Dion untuk mandi dan shalat magrib. Dia sudah
sangat dikenal oleh istri dan anak Mas Dion. Jadi tak heran kalau dia diterima
dengan hangat di rumah itu bahkan sudah di anggap sebagai keluarganya sendiri.
“Jadi lembur sampai jam
berapa itu nanti Ra?” Tanya Mbak Yuyun sembari melipat mukenanya setelah shalat
magrib.
“Belum tau Mbak, Mungkin
sampai jam 11. Tergantung pekerjaannya selesai.” Jawab Tiara seraya
bersiap-siap hendak pergi lagi takut telat.
“Nanti pulangnya kamu
nginap disini aja ya, jangan pulang ke rumah udah larut.” Saran Mas Dion yang
sedari tadi hanya diam
“Iya Ra, gak baik cewek
pulang larut malam sendirian, gak aman.” Sambung Mbak Yuyun
“Kalau gak merepotkan
boleh Mbak, makasih banyak ya Mbak, Mas.” Jawab Tiara
“Kamu itu kek bicara sama
siapa gitu Ra, anggap aja ini Rumah sendiri, jadi gakkan merepotkan kok.” Kata
Mbak Yuyun.
“Yaudah Tiara pergi dulu
ya, nanti telat lagi !”
Tepat
jam 8 malam semua persiapan udah terselesaikan. Tiara dan kawan-kawan lain
berkumpul didapur sambil menunggu semua tamu hadir dan acara dimulai. Tiara
duduk dilantai sambil mengurut-urut kakinya yang pegal karena dari tadi mondar-mandir
trus.
“Hufftttt….
Capek banget.” Keluh Fita yang sedang mengipas-ngipas tubuhnya dengan sebuah
buku menu.
To Be Continue..............
bagus
ReplyDeletethanks
Delete