Skip to main content

Menanti pelangi di ufuk senja



Menanti pelangi di ufuk senja
Oleh : Nurul Hidayati

                Terkadang kita harus belajar menerima keadaan yang tidak kita inginkan layaknya air yang mengalir. Mencoba tersenyum di saat kegagalan dan kekecewaan mengham
www.google.go.id
piri hari-hari yang kita lalui. Walau terkadang terasa berat dan sakit, tetapi semua harus kita ikhlaskan. Dan seperti itulah hari-hari yang dijalani Tiara, gadis remaja yang baru saja lulus SMA ini. Hidup sebatang kara tidak membuatnya berputus asa.
            Orang tua Tiara meninggal ketika Ia masih duduk di bangku SD dalam sebuah kecelakaan motor, awalnya Ia tinggal bersama sang nenek yang sehari-hari bekerja sebagai penjual kue. Tetapi ketika Tiara masih kelas 1 SMA, neneknya meninggal dunia. Ayah Tiara adalah anak tunggal sang nenek. Sedangkan keluarga ibunya berada jauh di Lampung, dan karena kemiskinan membuatnya tidak pernah berkunjung kesana sehingga membuatnya tidak mengenal mereka. Bahkan ketika orangtuanya meninggal tidak ada yang memberitahukan keluarga disana.
            “Tiaraaaaaaaaaa!!!!!!!!!!” suara Ny. Misbah kepala dapur tempat Tiara bekerja sebagai pelayan di restoran tersebut.
            “Ya Bu, ada apa ?” Tanya Tiara yang terlihat ngos-ngosan berlari dari arah dapur.
            “Kamu kerja yang benar bisa gak? Tadi ada tamu yang melapor kalau kamu menumpahkan makanan ke atas meja mereka. Kalau begini bisa hilang pelanggan kita tau gak?”
            “Maaf Bu, tapi tadi itu saya benar-benar tidak sengaja Bu. Anak orang itu berlarian kemana-mana dan menabrak saya yang sedang membawa makanan, makanya makanannya tumpah Bu.”
            “Saya tidak mau dengar alasan kamu, kalau sekali lagi kamu seperti itu, saya tak segan-segan memecat kamu. Mengerti?”
            “Iya Bu, maaf !”
            “Sekarang kembali ke belakang?”
            Kerasnya hidup sudah tidak jadi masalah lagi baginya. Dia sudah merasakan asam garam kehidupan. Caci maki dan hinaan sudah menjadi makanannya sehari-hari. Tetapi di balik semua itu, Tiara memiliki banyak teman-teman yang membuatnya tidak merasa kesepian walau ia tidak memiliki keluarga. Reza, Tina, Mbak Yuyun, Fita dan Mas Dion adalah sahabat-sahabat yang sudah seperti keluarganya sendiri.

            Adakalanya kita harus melakukan banyak hal secara bersama-sama sehingga membutuhkan orang lain dalam hidup ini. Kehidupan yang dijalani dengan kebersamaan dan rasa kekeluargaan akan menjadikan segala hal menjadi mudah dan indah.
            Suasana pagi selalu membawa suasana yang berbeda bagi Tiara, pagi selalu bisa menumbuhkan semangat baru untuk menjalani kerasnya suasana kota. Setelah sarapan dan membereskan rumah, Tiara bersiap-siap berangkat kerja. Sudah dua bulan ini dia bekerja di sebuah restoran “Nikmat” yang terletak tidak begitu jauh dari pusat kota. Hidupnya yang sebatang kara mengubur cita-citanya untuk kuliah dan terpaksa bekerja mencari sesuap nasi. Sewaktu masih SMA dia sekolah sambilan bekerja di kantin sekolah bersama Mbak Yuyun tetangganya yang begitu baik. Namun setamat SMA dia memutuskan berhenti dan melamar kerja di restoran tempatnya bekerja sekarang. Pengalaman di kantin, memudahkannya di terima bekerja disana.
            “Semoga hari ini lebih baik dari kemarin, Alhamdulillah, You was gift me a life again today.” Ucap Tiara dalam hati seraya berjalan menuju halte Bus yang akan membawanya ke tempat bekerja.
            Setengah tujuh masih terlalu pagi sehingga memudahkan Tiara untuk berjalan santai dan tidak buru-buru. Suasana bus yang penuh dan bau apek sudah biasa baginya,
            “Gak usah bayar lagi non, udah ada yang bayar untuk nona.” Kata kernet bus saat Tiara hendak menyerahkan uang.
            Sejurus kemudian dengan sigap dia melihat kiri-kanan untuk mencari seseorang yang telah membayar tersebut, hanya sepersekian detik kemudian dia telah menemukan orang tersebut sedang tersenyum lebar ke arahnya dari bangku paling belakang, setelah itu bangkit menuju ke arahnya.
            “ Rezaa, udah berapa kali sih aku bilang jangan terlalu sering bayarin ongkos bus aku.” Seru Tiara yang emang udah disangkanya dari pertama.
            “Aku ajak naik motorku pun kamu gak pernah mau, aku aja yang naik bus bareng kamu.” Jawab Reza sekenanya.
            “Eh BTW gak kul ni? Pagi-pagi udah kemari.”
            “Lagi kosong hari ini, bosen di rumah makanya ikut kamu aja, boleh kan?” kata Reza seraya mengedipkan mata yang membuat Tiara melayangkan tangannya mendorong bahu Reza seraya tertawa garing.
            “Kalaupun aku bilang gak kamu juga udah ada disini kan?”
            “Hehe,”
            Reza adalah sahabat yang paling dekat dengan Tiara, Mereka sudah berteman sejak SMP. Meskipun Reza berasal dari keluarga kaya, namun tidak menghalangi persahabatan mereka. Terlahir dengan kehidupan yang serba mewah tidak membuatnya sombong. Dia lebih tertarik bergaul dengan orang seperti Tiara daripada berteman dengan anak kaya yang sombong dan hanya hafal merek baju yang sedang trendy.
            Seperti biasa, saat Tiara sedang bekerja, Reza menungguinya di bengkel mas Dion yang tak jauh dari Restoran. Bengkel tersebut sudah menjadi tempat tongkrongan mereka dari dulu karena jaraknya tidak begitu jauh dari sekolah mereka. Lagian mas Dion orangnya sangat bersahabat sehingga mereka begitu betah berlama-lama disana.
            “Setia banget nunggu pujaan hatinya ya Za?” Celutuk mas Dion dari bawah mobil yang sedang di perbaikinya.
            “Apaan sih mas, yang gak-gak aja.”
            “Udah gak usah malu-malu.....”
            “Malu kenapa tu Mas ?” Tanya Tiara yang tiba-tiba sudah ada disamping Reza.
            eh Ra, anu….. Gak ada apa-apa kok Ra, Mas Dion lagi ngaco tu. Udah pulang ya?” jawab Reza mengalihkan pembicaraan.
            “Udah ni, kan udah jam setengah 4.” Kata Tiara seraya duduk di bangku panjang di samping mas Dion bekerja.
            “Capek Ra?” Tanya Reza sambil menyodorkan sebotol minuman sambil menatap iba pada sahabat yang diam-diam dicintainya itu.
            “Lumayan lah, tapi yang buat aku kesal bu Misbah itu lhoo, cerewetnya minta ampuuun. Masak cuma gara-gara kesenggol dia dikit aja udah merepet tujuh keliling.” Keluh Tiara yang membuat Reza semakin iba.
            “Oh itu orang kurang waras Ra, kemarin itu dia kemari perbaiki sepeda motornya aja udah kena ceramah mas sama dia, seolah-olah dia lebih mengerti mesin ketimbang kita yang emang udah pekerjaannya.” Cerocos Mas Dion sambil berkacak pinggang ikut-ikutan kesal.
            “Daripada merepet sama nyonya itu, mending kita shalat dulu yuk! Lagi pada belum shalat kan ?”
            “Iya ni Za, yaudah ke masjid yuk.”
            Suasana sore yang habis disirami hujan memiliki keindahan tersendiri untuk melepas lelah setelah seharian bekerja. Secercah warna pelangi tampak menghiasi langit senja. Di pinggiran sungai kecil dekat perkampungan, Tiara dan Reza terlihat sedang menikmati senja dengan sang pelangi yang menghiasinya.
            “Dulu ketika masih kecil, bapak sering banget bawa aku kemari. Dia bilang hidup ini seperti senja ini, bagi orang yang pesimis dia akan menganggap senja itu sebagai pertanda kegelapan malam akan segera tiba. Sedangkan bagi mereka yang optimis akan menilai sebagai tanda menutup lelah disiang hari dan akan tergantikan dengan indahnya malam dengan cahaya rembulan dan bintang-bintang. Dan seperti itulah kehidupan ini.” Kisah Tiara sambil memandangi pelangi.
            “Awalnya aku gak pernah mengerti maksudnya, bapak bilang suatu hari nanti aku akan mengerti dan Dia meminta aku berada dibagian kedua dalam memaknai senja. Aku menyukai senja ini karena aku bisa merasa dekat dengan bapak, ibu dan nenek. Allah mengambil mereka di kala waktu senja.” Sambungnya, pikirannya menerawang ke masa lalu. Reza hanya diam mendengarkan.
            “Dan sekarang kamu jadi pelangi di langit senja itu, memberi warna yang berbeda di tengah-tengah penatnya kehidupan, indah dan mengagumkan.” Tambah Reza membuyarkan lamunan Tiara dan menatap lekat-lekat Reza, yang ditatap malah tersenyum.
            “Kamu tegar dan kuat bahkan selalu punya semangat yang menggebu-gebu yang tidak di miliki anak lain seusiamu termasuk aku.”
            Perbincangan sore itu diakhiri setelah langit sudah semakin gelap. Setelah mengantar Tiara pulang, Reza bergegas pulang ke rumah agar sempat shalat magrib di rumah. Sudah menjadi kebisaannya shalat magrib bersama keluarganya, berbanding terbalik dengan Tiara, dia hidup di tengah-tengah keluarga yang masih utuh. Ayah, bunda, seorang kakak dan dua orang adik membuat keluarganya terlihat sempurna. Apalagi Dia satu-satunya anak laki-laki di rumah itu menjadikannya selalu menjadi pusat perhatian orangtuanya. Tetapi semenjak mengenal Tiara, Dia menjadi lebih mandiri dan tidak suka merengek serta selalu bersyukur atas apa yang dimilikinya. Orangtua Reza tidak mempermasalahkan persahabatan mereka. Lagian kehadiran Tiara dalam kehidupan Reza membawa dampak positif bagi Reza.
            “Aku bosan kerja di sini Ra, Bu Misbah tu merepetnya bikin pekik telingaku. Lama-kelamaan kita bisa stress kalo disini trus Ra.” Keluh Fita, teman kerjanya Tiara di restoran tersebut.
            “Sabar aja dulu Fit, lagian kita belum punya pekerjaan yang lain. Apalagi aku, mau makan apa aku kalo gak kerja lagi disini?” kata Tiara menerangkan.
            “Iya juga sih Ra.”
            “Yaudah, kerja lagi yuk. Jangan banyak ngeluh lagi nanti masuk si mulut ember di semprot lagi kita.”
            “Hehe, Iya juga tu Ra !”
            Menghabiskan hari-harinya untuk bekerja sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Walau terkadang bosan, mereka sudah tidak mengeluh lagi. Karena memang tuntutan hidup memaksa mereka untuk menerima takdir. Mereka sering menghibur diri dengan candaan ringan yang bisa membuat mereka tertawa di sela-sela pekerjaan yang melelahkan.

“Lhoo, itukan restoran tempat Tiara kerja, tau-tau disini aku suruh atur acaranya siang sama papa, kan bisa ketemu Tiara kalau gitu. Lagian udah seminggu gak ketemu si mata pelangi senjaku itu, jadi kangen.” Kata Reza dalam hati sambil tersenyum-senyum membayangkan Tiara ketika papanya memberitahukan tempat mereka berkumpul bersama keluarga besarnya nanti malam
            “Ahaa, aku telpon aja dia dulu ya, kan jam segini udah pulang dia.”
            Namun berulang kali di telpon, tak ada jawaban dari Tiara. Melihat sang adik berputar-putar sambil sesekali memencat handphonenya membuat Rani keheranan.
            “Telpon siapa sich Za? Kek orang kesusahan gitu. Tiaraaa ya ?kata Rani yang membuat kikuk Reza.
            “Hehe, iya ni kak, dari tadi Reza telpon gak di angkat-angkat. Ntah kemana pula dia. Padahal Reza cuma mau kasih tau kalau nanti malam kita kumpul di restoran tempat dia kerja.” Terang Reza pada sang kakak.
            “Waah kebetulan nih, bisa kenal sama adik ipar.” Canda Rani yang membuat raut wajah Reza jadi merah karena malu
            “Apaan sih kak, kami itu hanya sebatas teman biasa aja kok kak. Dia kerjanya siang kak, jadi gak ada kalau malam.”
            “Jadi gagal ni ceritanya ketemu adik ipar?” Sambung Rani lagi membuat Reza tambah kikuk.
            “Kaaak, dia teman Reza kak. Bukan pacar!”
            “Tapi kamu sukaa kan? Hayoo ngaku….”
            “Kakaaak…!”
            “Hehe, kalau emang udah jelas-jelas suka kenapa gak di ungkapin adikku?”
            “Hmm, gak tau lah kak. Reza takut aja dia ga suka sama Reza. Soalnya sikap dia biasa-biasa aja kak sama Reza.”
            “Apa salahnya di coba, daripada nanti di ambil orang.”
            “Yaaah kak, jangan bilang gitu dong. Bikin takut aja”
            “Makanya ungkapin terus perasaannya”
            “Tapi…”
            “Tapi apa ? Mau tunggu Tiara jadi milik orang lain. Cinta itu jangan dipendam-pendam nanti makan hati lho. Kakak gak mau lihat adik kakak yang masih kek anak kecil ini padahal udah kuliah sakit hati. Pokoknya terus terang aja dulu. Soal diterima atau gak itu urusan belakang.”
            Bukan hal yang aneh lagi kalau Rani tau kalau Reza suka sama Tiara. Semua orang di rumahnya juga tau itu. Meski belum mengenal orangnya yang mana, tetapi nama Tiara sudah sangat familiar bagi keluarga Reza. Karena begitu seringnya dia bercerita tentang gadis itu.
            “Tiara itu orangnya Rajin Maa.”
            “Tiara itu gak gampang menyerah.”
            “Kamu harus mandiri Lia, Mely. Contoh kak Tiara.”
            “Aku belum pernah ketemu orang yang kek Tiara.”
            “Dia pinter masak lho kak.”
           

            Hari ini Tiara harus lembur bekerja karena ada sebuah keluarga yang menyewa restoran tersebut untuk acara kumpul bersama keluarga besarnya. Katanya keluarga tersebut merupakan orang dekat pemilik restoran dan termasuk orang ekonomi level tinggi. Jadi tak heran kalau pemilik restoran itu sendiri yang turun tangan mengontrol persiapan acara tersebut. Dan hal itu juga yang membuat Tiara dan yang lainnya sedikit lega karena tak harus mendengar ocehan Bu Misbah. Pak Rudi sang pemilik restoran sangan rendah hati dan santun.
            Sekitar jam 6 sore semua persiapan telah selesai, ketika jam istirahat Tiara menyempatkan diri ke bengkel yang juga sekaligus rumah Mas Dion untuk mandi dan shalat magrib. Dia sudah sangat dikenal oleh istri dan anak Mas Dion. Jadi tak heran kalau dia diterima dengan hangat di rumah itu bahkan sudah di anggap sebagai keluarganya sendiri.
            “Jadi lembur sampai jam berapa itu nanti Ra?” Tanya Mbak Yuyun sembari melipat mukenanya setelah shalat magrib.
            “Belum tau Mbak, Mungkin sampai jam 11. Tergantung pekerjaannya selesai.” Jawab Tiara seraya bersiap-siap hendak pergi lagi takut telat.
            “Nanti pulangnya kamu nginap disini aja ya, jangan pulang ke rumah udah larut.” Saran Mas Dion yang sedari tadi hanya diam
            “Iya Ra, gak baik cewek pulang larut malam sendirian, gak aman.” Sambung Mbak Yuyun
            “Kalau gak merepotkan boleh Mbak, makasih banyak ya Mbak, Mas.” Jawab Tiara
            “Kamu itu kek bicara sama siapa gitu Ra, anggap aja ini Rumah sendiri, jadi gakkan merepotkan kok.” Kata Mbak Yuyun.
            “Yaudah Tiara pergi dulu ya, nanti telat lagi !”

               
            Tepat jam 8 malam semua persiapan udah terselesaikan. Tiara dan kawan-kawan lain berkumpul didapur sambil menunggu semua tamu hadir dan acara dimulai. Tiara duduk dilantai sambil mengurut-urut kakinya yang pegal karena dari tadi mondar-mandir trus.
            “Hufftttt…. Capek banget.” Keluh Fita yang sedang mengipas-ngipas tubuhnya dengan sebuah buku menu.

To Be Continue..............

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

MAKALAH PENGETAHUAN DASAR KOMPUTER

PENGETAHUAN DASAR KOMPUTER DISUSUN OLEH:               NAMA              :                NPM                  :                MK                    : APLIKASI KOMPUTER               DOSEN             :                                       , M.Kom            ...

LAPORAN OBSERVASI DAN WAWANCARA TK AL- REZA

LAPORAN OBSERVASI DAN WAWANCARA TK AL- REZA DISUSUN OLEH: NAMA              :          NPM                 :          DOSEN             :           PRODI              :         PG-PAUD FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS ALMUSLIM BIREUEN 2019 KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warohmatullahi wabaraokatuh Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga dapat melaksanakan observasi dan menulis laporan hasil observasi tepat pada waktunya. Dan ucapan terimakasi...

STUDI KASUS MISKOMUNIKASI ANTARA PIMPINAN DAN KARYAWAN PT CAHAYA MITRA UTAMA

STUDI KASUS MISKOMUNIKASI ANTARA PIMPINAN DAN KARYAWAN PT CAHAYA MITRA UTAMA DISUSUN OLEH : NAMA            :  NPM                :  MK                  : KEPEMIMPINAN PRODI            : ADMINISTRASI BISNIS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ALMUSLIM BIREUEN 2019 Studi Kasus : Miskomunikasi antara pimpinan dan karyawan PT Cahaya Mitra Utama Miskomunikasi adalah salah satu akibat dari proses komunikasi yang tidak bisa diterima baik oleh kedua pihak, yang menyebabkan tujuan atau misi dari komunikasi tersebut tidak tercapai. Miskomunikasi biasa terjadi pada komunikasi antara kedua pihak. Miskomunikasi biasanya dikarenakan salah satu pihak tidak mengerti de...