Sumber : Dokumen Pribadi |
Saya
datang atas nama cinta dan hati yang tergerak, bukan suatu ambisi semata.
Saya
berusaha berjuang sampai batas saya tak mampu lagi bergerak.
Dan
saya pun pergi dengan satu jiwa yang baru, keluarga baru.
(Wicaksono,
2012)
Sambil tersenyum bangga, kutulis surat ini, karena
saat tinta ini mulai tergores aku sudah menjadi bagian organisasi yang pernah
aku mimpikan bertahun-tahun lalu. Suara
Almuslim? Nama organisasi ini sudah mengusikku dari pertama tercatat
sebagai mahasiswa disini. Namun, ego selalu menang, aku ragu-ragu dan akhirnya
tertinggal.
Dalam kesempatan ini aku ingin bercerita sedikit
catatan perjalanan yang akhirnya memantapkan hatiku di organisasi pers kampus
ini. Sebagai mahasiswa yang minim pengalaman dalam berorganisasi saat di
sekolah menengah dulu, kuakui aku agak buta arah. Keinginan beroganisasi makin
kuat, tetapi saya tidak tau harus kemana.
Dua kali aku batal bergabung, hingga saat itu sudah
kulupakan segala keinginanku bisa belajar di organisasi yang bergerak di bidang
jurnalistik ini. Namun, keadaan berubah ketika ajakan dari seorang kawan
sekelas dulu datang. Semua berawal dari obrolan pada jum’at siang itu, sehari
sebelum mereka yang telah bergabung akan dikukuhkan. Mimpi yang akan ku kubur
dalam-dalam mulai muncul kembali, hingga akhirnya kuputuskan bergabung.
Maka semuanya dimulai dari sana, dari Suara Almuslim
aku mulai belajar yang namanya komitmen, kebersamaan serta kerja keras. Ini
bukan semata tentang ambisi, tetapi bagaimana aku mulai belajar mencintai apa
yang kujalani.
Suara Almuslim mulai menginspirasiku tentang
bagaimana mulai peduli terhadap kejadian sekitarku, dimana disini kami bukan
hanya sekedar diajarkan liput dan publish. Tetapi
juga bagaimana rasa sosial tumbuh seiring berjalannya waktu yang kami lalui
bersama Suara Almuslim.
Bagaimana kami memulai dan bertahan sampai hari ini,
perjuangan kami agar bisa diterima di lembaga pers ini menyimpan banyak cerita.
Ketika mereka mulai menghilang satu persatu karena seleksi alam. Saat aku
memutuskan tetap bertahan, berkali-kali aku harus menyugesti diriku sendiri,
kalau ini memang jalan yang kupilih.
Dan yang terpenting, dari semua ujian sulit yang
kuterima. Aku mulai mengerti dan merasakan zona nyaman Suara Almuslim. Disini
aku mulai mengenal mereka sebagai keluarga baruku, tempat aku berbagi. Suara
Almuslim menjadi rumah kedua bagiku, tempat dimana aku pulang.
Pada akhirnya, menjadi bagian dari Suara Almuslim adalah
pilihan yang tepat dan hanya dapat dinikmati bagi mereka yang beruntung,
termasuk aku mungkin. Karena tidak semua mereka yang bertahtakan almamater itu
bisa merasakan indahnya bergabung di Suara Almuslim.
Sebagai pemahaman, bukan dimana kita belajar, tetapi
bagaimana kita belajar. Bagaimana mengisi dan mewarnai kanvas yang sedang kita
miliki agar menjadi indah dan menyejukkan mata yang memandang, telinga yang
mendengar, hati yang merasakan. Sehingga perjuangan kita disini, akan
menelurkan pejuang-pejuang bangsa yang kritis lewat tinta api mereka. Salam
Pers Mahasiswa !
Ditulis oleh mahasiswa FKIP Fisika
Anggota Pencakar Langit LPM Suara Almuslim
Email : Nurulnh07@gmail.com
Comments
Post a Comment