Ada Asa Tersimpan di Balik Peristiwa Sinabung
Oleh
: Nurul Hidayati (LPM Suara Almuslim)
Dalam
perjalanan menuju tempat reportase dengan menumpangi mobil truck milik TNI setempat
yang telah di sediakan panitia Pelatihan Nasional Pers Mahasiswa (Pena Persma)
2015 pada sabtu, (24/10) ke salah satu desa terdampak bencana gunung Sinabung,
ada satu feneomena alam lain yang mampu menarik perhatian saya siang itu. Hal
ini bahkan membuat rasa sesak dan mual karena berdesak-desakan dalam mobil bak
terbuka itu tidak lagi terasa. Kabut asap yang semenjak pagi menyelimuti tanah
karo membuat hati saya begitu teriris. Miris ketika memikirkan bagaimana
kehidupan mereka di daerah bencana sinabung sana saat harus menghadapi dua
bencana sekaligus. Saat masyarakat disana harus tetap waspada apabila tiba-tiba
harus menghadapi erupsi yang bisa datang kapan saja, pernapasan mereka juga
harus terganggu dengan adanya kabut asap ini.
Dua
bencana yang patut mendapat perhatian
besar ini tentu membawa pengaruh besar terhadap warga setempat. Misalnya
saja desa Perbaji yang menjadi tujuan kami hari ini melakukan peliputan, begitu
banyak pemandangan memilukan yang kami perhatikan disana. Sebagian besar warganya
bahkan sudah tidak lagi tinggal disana semenjak terjadi letusan pada tahun 2010
lalu. Namun hal itu tidak membuat masyarakat yang masih tinggal disini patah
semangat, mereka tetap melakukan aktivitasnya seperti biasa.
“Kami
tetap melakukan aktivitas seperti biasa,” cerita Nur Asiah (31) kepada media Suara
Almuslim saat diwawancarai.
Anak-anak
tetap bermain dengan bebas tanpa khawatir bencana dapat menimpanya
sewaktu-waktu. Setiap hari mereka berangkat sekolah dengan berjalan kaki untuk
mendapatkan pendidikan layaknya anak-anak di daerah lain. Contohnya saja Carlos
(9) yang duduk di kelas 3 SD wilayah setempat, dia mengaku ingin tetap sekolah
dan bermain bersama teman-temannya seperti biasa. Anak laki-laki yang ditemui
di rumah baca desa tersebut terlihat sangat bersemangat dalam belajar. Selain
belajar di sekolah, dia juga belajar bersama relawan yang mengajar disana.
Rumah
baca yang dibangun setelah bencana meletusnya gunung Sinabung 5 tahun yang lalu
diperuntukkan untuk meningkatkan minat baca anak-anak desa tersebut. Selain itu juga untuk mengantisipasi jatuhnya
korban jiwa dari pihak anak-anak ketika lahar dingin datang ataupun luapan awan
panas menyelimuti desa ini.
“Daripada
anak-anak bermain di luar tidak ada yang kontrol, mereka akan lebih aman
berkumpul disini.” Hal ini disampaikan oleh Hasan salah satu pengurus rumah
baca tersebut.
Semangat
anak-anak di desa Perbaji tidak pernah patah, di tengah-tengah bencana yang
melanda desa tersebut mereka tidak pernah terlihat bersedih dan ketakutan.
Andika (8) dan Medel (4) menjadi contoh lain harapan anak-anak ini selalu
membara, kedua anak dari Nurasiah (31) itu tidak terlihat diam walau
sejenakpun. Mereka selalu tertawa bahagia bersama teman-temannya yang lain.
Selaku
ibunya, Nurasiah mengatakan sekolah Andika tidak pernah libur walaupun
terkadang lahar dingin mengancam desa mereka. Anaknya yang telah duduk di kelas
2 SD selalu berangkat sekolah.
“Sekolah
tidak libur, palingan saat lahar dinginnya keluar mereka di pulangkan,” aku ibu
dua anak ini kepada media Suara Almuslim.
Hasil Pertanian
Hanya Kopi
Bencana
sinabung menyimpan cerita pada setiap keluarga, apalagi sebagai salah satu
wilayah yang termasuk desa terdampak dari gunung Sinabung. Warga desa tidak
mengungsi seperti halnya desa yang berada di zona terdekat gunung Sinabung,
namun dampak yang mereka rasakan cukup besar dan berpengaruh terhadap
perekonomian masyarakatnya. Keluarnya lahar dingin pada jum’at sore (23/10)
sekitaran jam 17.00 WIB menjadi bukti
bahwa mereka juga butuh perhatian besar semua pihak. Semenjak bencana Sinabung
melanda wilayah tersebut, pendapatan mereka yang rata-rata berada di sektor
pertanian menurun drastis.
“Kopi
menjadi harapan kami saat ini, karena hanya kopi yang tumbuh lebih baik dari
sebelumnya semenjak terkena abu vulkanik ini,” aku Nurasiah ketika di tanya
hasil pertanian apa saja yang ada di kebunnya.
Meskipun
harga kopi meningkat drastis mencapai Rp. 25.000,-/kg sekarang, tetapi hasil
pertanian lain mengalami gagal panen.
Dia
mengatakan bahwa dulu ada coklat yang mampu menambah penghasilan keluarganya,
tetapi sekarang buahnya tidak lagi bisa di panen. Meskipun berdaun lebat,
setiap kali berbuah ia akan menghitam seperti hangus. Begitu juga dengan buah
tanaman yang lain katanya.
Keluarga
ini mengaku tidak berniat untuk pindah rumah karena memang disana penghasilan
mereka. Suami Nur Asiah mengungkapkan pernah suatu kali hujan deras disertai
lahar dingin, dia harus ke kebun untuk menutup kandang ayam. Meskipun cemas
sewaktu-waktu dapat terjadi hal-hal yang tidak di inginkan, dia terpaksa harus
melawan rasa takut tersebut.
Ayah
dua anak ini mengaku percaya pada BPBD lewat kepala desa yang akan
memberitahukan apabila bahaya mengancam desa tersebut.
“Aku
hanya khawatir sama anak-anak, Dika sama Medel suka bermain di luar.” Ujarnya
lagi.
Di
akhir wawancara, lelaki ini berharap pemerintah dapat memberi bantuan terus
kepada masyarakat setempat yang terkena dampak dari bencana gunung Sinabung.
Dia menaruh harapan besar pada anak-anaknya agar bisa terus melanjutkan sekolah
dan bencana gunung Sinabung dapat segera usai.[]
Comments
Post a Comment